Senin, 18 Mei 2015

Trial By The Press



Listiana Khasanah/14210084
Nurul Asfiyah/14210091
Hukum dan Etika Jurnalistik
Trial By The Press

PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Pernahkah anda merasakan diobok-obok oleh media massa? Pernahkan anda merasa terusik disudutkan akibat miss understanding penulisan pemberitaan dalam suatu media?.Apakah ini termasuk indikasi bukti ‘kekejaman jurnalistik’? Jika istilah ini ada dan boleh dipakai untuk menyebut kasus ‘pembunuhan karakter’ seseorang yang berakibat fatal bagi orang yang menimpanya akibat Perilaku koruptif pers.
Kalau sudah begini hubungan pers sebagai mitra masyarakat berubah menjadi berhadapan laksana hakim dan terdakwa, penilaian sepihak, penghakiman dini, terasa mengalami under preasure yang mematikan.Masyarakat lebih merasakan sebagai pesakitan yang tertindas.Bahkan lebih terasa sebagai tirani pers kepada masyarakat.Lalu dimanakah hak privasi masyarakat yang seharusnya dilindungi oleh UU untuk merasakan ketenangan, kenyamanan beraktivitas tanpa selamanya terusik media?
Trial by the press atau peradilan oleh pers. Kalau dikatakan memfitnah sungguh tak elok karena bagaimanapun ini merupakan konsekuensi dari kebebasan pers yang harus dijunjung tinggi,sebagai buah dari reformasi.Namun betulkah kebebasan pers adalah segala-galanya?tanpa perlu lagi kode etik jurnalistik yang harus tetap dijunjung tinggi pula.
Kita mengenal apa yang dinamakan kebebasan pers. Kebebasan pers itu sendiri tidak bersifat mutlak. Salah satu pembatasnya adalah kode etik jurnalistik.Pasal-pasal dalam kode etik jurnalistik merupakan saringan bagi kebebasan pers. Dengan begitu, pers tidak dapat menyajikan berita sebebas-bebasnya.
Latar belakang inilah yang membuat kami termotivasi untuk mengulas lebih lanjut mengenai Trial By The Press dan beberapa contoh kasusnya di Indonesia


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa  maksud Trial By The Press dan bagaimana hukum memandang hal itu?
2.      Bagaimana pasal-pasal dan kode etik jurnalistik menjabarkan terkait trial by the press di Indonesia
3.      Apa saja contoh kasus Trial By The Press ?

C.    Rumusan Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang trial by the press, pasal-pasal terkait dan kasus-kasus trial by the pressdi Indonesia.


PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Trial by the press adalah peradilan oleh pers, di mana pers berperan sebagai Polisi, Jaksa, Hakim dan aparat hukum lainnya.[1]Di Indonesia belum terdapat peraturan yang mengatur tentang trial by the press.Padahal, pemberitaan yang sudah "memvonis" seseorang tersangka dilihat dari sudut tata negara sudah merupakan trial by the press, karena sudah merupakan perusakan sistem ketatanegaraan (Loqman, 1994:10).Dalam suatu negara hukum seperti Indonesia, dilarang main hakim sendiri, karena itu tindakan pers yang ‘menvonis’ tersangka padahal hakim belum memberikan putusan yang mempunyai hukum tetap merupakan pelanggarang terhadap fungsi kekuasaan kehakiman. Seharusnya kekuasaan kehakiman yang menentukan kesalahan tersangka, tidak boleh dipengaruhi apapun termasuk media massa.
Menurut Pahmo Wahyono ( dalam Loqman, 1994:10), trial by the press dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu:
1.      Pers yang bebas menghakimi seseorang. Dalam hal ini bila dikaitkan dengan pasal 24 UUD 1945, Maka kekuasaan kehakimandilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan kehakiman lainnya menurut undang-undang. Karena itu tidak ada pemberian kekuasaan di luar kehakiman dalam menghakimi seseorang.  Jadi penghakiman oleh pers merupakan suatu pelanggaran terhadap konstitusi.
2.      Pers yang bebas ikut campur atau mempengaruhi kekuasaan kehakiman yang merdeka. Hakim yang profesional dalam karirnya tidak akan terpengaruh oleh tanggapan pers. Tetapi jika pemberitaan pers mempengaruhi jalannya suatu proses pengadilan, maka hal itu merupakan suatu masalah yang sifatnya konstitusional. Karena di satu pihak kebebasan pers harus dihormati, di pihak lain kebebasan pers ini jangan sampai menghakimi tersangka.

Di beberapa negara bila sampai terjadi penghakiman oleh pers, maka media tersebut akan mendapatkan sanksi dengan dasar telah melakukan contempt of court (kejahatan terhadap proses peradilan). Ini berarti media massa tersebut dianggap telah melakukan trial by the press dan harus dipertanggungjawabkan melalui peradilan.


B.     Pasal-pasal dan kode etik jurnalistik terkait trial by the press
Berikut beberapa pasal yang berkaitan dengan trial by the press, yakni:
1.      Pasal 5 UU Republik Indonesia 40/1999 Tentang Pers[2]
1.Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
2.Pers wajib melayani hak jawab.
3.Pers wajib melayani hak tolak.

2.      Pasal 4 ayat 3 UU. No. 14/70:
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang disebut dalam undang-undang.

3.      Pasal 8 UU. No. 14/70:
 Setiap orang yang disangka, ditangkap ditahan dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

C.     Beberapa kasus trial by the press di Indonesia

1.      Ketika sidang pengadilan terhadap mantan Wakil Perdana Menteri Pemerintahan Orde Lama, Soebandrio (1996)
Peristiwa ini menjadi peristiwa trial by the press yang paling hitam dalam sejarah pers Indonesia. Ketika berlangsung sidang ini, yaitu beberapa bulan setelah Pemerintahan Orde Lama tumbang dan jabatan kepresidenan Soekarno digantikan oleh Soeharto. Pemberitaan pers terhadap tertuduh saat itu bukan saja tidak memperhatikan asas praduga tak bersalah dan prinsip penyajian yang adil, jujur dan berimbang seperti yang dikehendaki kode eetik jurnalistik, tetapi juga nyaris tidak mengindahkan etika sebagai pers yang beradab yang dituntut oleh hati nurani siapapun.Terdakwa Soebandrio sebagai tokoh sentral kedua dalam pemerintahan Orde Lama sampai-sampai disebut sebagai “Dorna” dalam pemberitaan-pemberitaan pers waktu itu.[3]

2.      ABG Bunuh diri akibat pemberitaan pers di Aceh,
Menurut Fery, mantan pengurus Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan)di Aceh ,pemberitaan di media yang langsung menuding kalau PE sebagai pelacur, membuat dirinya malu kepada keluarga dan masyarakat. “Pemberitaan tersebut membuat dirinya tertekan dan frustasi,” imbuhnya.Pria yang pernah menjadi pengurus Kontras di Aceh ini menjelaskan, tertekan dan frustasinya PE cukup beralasan. Pasalnya, dalam kultur masyarakat Aceh bila seseorang tertangkap oleh Wilayatul Hisbah (sebuah lembaga pengawasan pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi Aceh),maka hal itu merupakan sebuah aib, baik bagi keluarga maupun bagi kampungnya.Jika seseorang diketahui tertangkap WH karena melanggar syariat, kata dia, maka orang tersebut akan dikucilkan masyarakat dan lebih parahnya lagi orang itu akan diusir dari kampungnya.[4]
3.      Kasus Tempo dan PT Asian Agri
Kasus vonis hakim atas Toriq Hadad pimpinan redaksi Tempo melawan PT Asian Agri di mana Tempo dijatuhi ganti rugi atas pencemaran nama baik “bos”Asian Agridengan denda 50 juta rupiah serta permohonan maaf berturut turut tiga hari di tiga media.[5]
Pada kasus ini banyak pendapat yang menyayangkan vonis atas Tempo dalam bentuk immateril bahkan ada yang berpendapat bahwa hal ini adalah bentuk penghianatan terhadap kebebasan pers. AJI(Aliansi jurnalis Independen) pun mengatakan bahwa kasus Asian Agri dan Tempo adalah terancam matinya jurnalisme investigatif sehingga demokrasi dalam medapatkan informasi yang beragam juga akan mati. Akan tetapi di sini yang kita lihat adalah posisi dominan bagaimana proses masalah pers di lihat dalam persfektif hukum /yuridis dan tentunya substansinya adalah tanggung jawab hukumnya., dan Tempo dalam hal ini oleh hakim dalam vonisnya dikatakan bersalah dan secara perdata harus memenuhi kewajiban atas vonis tersebut seperti mengutip Juniver Girsang SH MH dalam judul bukunya mekanisme penyelesaian sengketa pers di jelaskan bahwa : sebuah pemberitaan yang dianggap provokatif dan tendensius,dan menyiarkan informasi yang bersifat dusta dan fitnah serta menjadikan medianya sebagai sarana untuk menyebarluaskan pemberitaan/informasi yang bersifat mendiskreditkan seseorang , dapat pula dijerat dengan hukum perdata berdasarkan KUH perdata dengan dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur pasal 1365 KUH perdata.
4.      Pemberitaan tentang Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.[6]
Pemberitaan pers terutama merujuk pada keterangan beberapa saksi di Pengadilan Tipikor dalam kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet di Palembang untuk menempatkan keterlibatan Anas Urbaningrum dalam kasus itu sebagai sasaran pemberitaan. Laporan pers bergeser dari substansi ke sasaran orang (ad hominem).
Menurut catatan, kasus Trial by PressAkhir tahun 2011, LBH pers merilis sekitar 30 kasus pers tahun 2011, seperti kasus hukum pidana, perdata, PHI, PMH dan PTUN dan kasus wartawan karena dugaan penghinaan, pencemaran nama baik, dan pemutusan hubungan industri. (LBH Pers, 2011) Divisi Etik Profesi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia merilis data pengaduan masyarakat terkait pelanggaran etika pemberitaan pers sebanyak 470 kasus periode Januari - Oktober 2011. Tahun 2010, ada 514 kasus pelanggaran etika pemberitaan pers. (AJI, 2011)

PENUTUP
Kesimpulan
Trial by the press adalah fenomena  yang hingga saat ini masih terjadi di Indonesia. meskipun sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur mengenai trial by the press secara spesifik namun hal ini telah menjadi suatu pelanggaran terhadap konstitusi dan tatanan negara. Kebebasan pers yang didapatkan pasca reformasi ini tidak bersifat mutlak adanya tetapi dibatasi dengan Kode Etik Jurnalistik yang sudah ditetapkan.Sehingga, pemberitaan oleh pers tidak dilakukan sebebas-bebasnya.Kebebasan pers memang harus dijunjung tinggi tetapi Kode Etik Jurnalistik harus dijunjung tinggi pula.


[2]Dewan Pers, Kode Etik Jurnalistik. Sekretariat Dewan Pers, Jakarta, 2007 , hal 5.
[3]Jurnalistik, Teori dan Praktek
[5]https://daddyfahmanadie.wordpress.com/penegakan-hukum-pers-dan-trial-by-the-press/
[6]politik.kompasiana.com/2012/02/05/risiko-pers-tends-to-corrupt/

1 komentar: