Senin, 18 Mei 2015

Dakwah Umar Bin Khathab



BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Setelah Rasulullah SAW wafat, maka perjuangan dakwah Islam tidak berhenti begitu saja. Sebagai seorang muslim adalah tugas kita semua untuk melanjutkan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Seperti dalam sabda Rasuullah yang berbunyi, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” Terutama kepada para sahabat setelah wafatnya Rasulullah. Masalah demi masalah baru muncul sepeninggal Rasulullah, maka harus ada seorang yang mengkoordinir dalam memimpin umat Islam agar tetap pada syariatnya. Pengganti Rasulullah sebagai pemimpin pada masa itu disebut sebagai Khulafa-ur-Rassyidin.
Orang-orang yang menjadi Khulafa-ur-Rasyidin ini adalah para sahabat Rasulullah yang sangat dekat dan mulia hati serta akhlaknya. Abu Bakar As-Shidiq menjadi khalifah pertama pengganti Rasulullah. Abu Bakar adalah seorang khalifah yang tegas dan cakap. Diawal pemerintahannya Abu Bakar menghadapi masalah-masalah seperti orang-orang yang tidak mau berzakat, orang-orang murtad dan para nabi palsu. Tapi semua itu dapat ditangani dengan baik oleh Abu Bakar. Setelah perjuangan Abu Bakar sebagai khalifah berakhir, kemudian dilanjutkan oleh khalifah Umar bin Khattab. Umar adalah salah satu sahabat sekaligus keluarga dari Rasulullah. Umar juga seorang khalifah yang tegas lagi peduli terhadap rakyatnya. Maka kita juga harus mengetahui bagaimana perjuangan dakwah seorang Umar bin Khattab selama masa hidupnya.

B.       RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis bermaksud memaparkan beberapa hal yang akan menjadi pokok pembahasan utama dalam makalah ini. Terkait dengan itu, maka hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Siapakah Umar Bin Khattab?
2.      Bagaimana hadsit-hadist mengenai Umar bin Khattab?
3.      Bagaimanakah kontekstualisasi hadist mengenai Umar bin Khattab?

C.      TUJUAN
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui siapa yang dimaksud dengan Umar bin Khattab.
2.      Mengetahui dan memahami hadist-hadist mengenai Umar bin Khattab.
3.      Mengetahui dan memahami bagaimana kontekstualisasi hadist mengenai Umar bin Khattab.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      BIOGRAFI UMAR BIN KHATTAB
Namanya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Al-Faruq adalah gelar yang diberikan oleh Rasulullah, ini berarti ‘Sang Pembeda’ karena Umar adalah sosok teguh dan keras dalam membedakan yang benar dan yang batil. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Muqhirah al-Makhzumiyah.
Sebelum memeluk Islam, Umar adalah sosok pemuda yang berkarakter keras dan kasar. Ia dibesarkan dalam lingkungan kabilah ‘Adi ibn ka’ab, yaitu suatu kabilah yang terhitung kecil dan tidak kaya. tetapi menonjol dalam bidang ilmu dan kecerdasan.Semasa mudanya Umar berpengalaman sebagai pengembala ternak dan pengalamannya sebagai peniaga. Kedua pengalaman ini berpengaruh besar terhadap pertumbuhan watak dan kepribadiannya. DR. Mahmud Ismail dalam tulisannya berjudul Falsafah al-Tasyri’ ‘inda Umar Ibn Khathab, mengatakan bahwa pengalaman Umar sebagai pengembala unta yang diperlakukan keras oleh ayahnya, Al-Khathab, berpengaruh terhadap temperamen umar yang menonjolkan sikap keras dan tegas. Sedangkan pengalamannya sebagai peniaga yang sukses, berpengaruh terhadap kecerdasan dan kepekaannya serta pengetahuannya terhadap berbagai tabiat manusia.[1]
Ketika nabi Muhamad hadir dan membawa cahaya Islam, Umar bin Khattab adalah salah satu pembesar Quraisy yang menentangnya. Meskipun terkenal dengan ketegasan dan kekerasannya, tetapi Umar sekaligus adalah sosok yang lembut. Lembut pada kebenaran hingga akhirnya hatinya luluh dan masuklah dia dalam agama Islam.
Awal Keislamanya, Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pada tahun keenam dari kenabian ketika berumur 27 tahun.[2]Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a, “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.” Berkenaan dengan masuknya Umar binKhathab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut: Anas bin Malik berkata:”Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya, “Wahai Umar, hendak kemana engkau?” maka Umar menjawab, “Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya: “Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad? tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu?”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya, dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “Barangkali keduanya benar telah berpindah agama”. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khathab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah. Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engkau ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”.
Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat,“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14). Setelah itu Umar berkata, “Bawalah aku menemui Muhammad.” Mendengar perkataan Umar tersebut, Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:“Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.” Lalu Umar berangkat menuju tempat Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” Jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Hingga datangnya Umar dalam cahaya Islam, kejayaan Islam semakin jelas dan nyata.
Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,
لو كان بعدى نبي لكان عمربن الخطاب
Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.”
Setelah Rasulullah wafat, pemerintahan Islam digantikan oleh Abu Bakar As-Shidiq. Hingga Umar meneruskan perjuangan dakwah Abu Bakar dalam sebuah daulah Islamiyah. Pada masa pemerintahan Umar, Umar adalah amir yang tegas, adil, lagi bijaksana. Perluasan wilayah Islam semakin menyeluruh pada masanya. Umar juga sangat memperhatikan rakyatnya. Beliau adalah sosok yang sangat keras kepada kemunkaran namun sangat peduli lagi rendah hati. Hingga akhirnya Umar wafat pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H, ia ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah budak milik al-Mughirah bin Syu’bah, diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar dimakamkan di samping Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun. Dan setelahnya digantikan oleh Utsman bin Affan.

B.       HADIST-HADIST MENGENAI UMAR BIN KHATTAB
Terdapat beberapa riwayat yang mejelaskan mengenai kehidupan Umar bin Khattab. Baik ketika sebelum masuk Islam dan ketika beliau mengikrarkan keislamannya. Bagaimana beliau ketika menjadi pemimpi bagi seluruh umat muslim dengan segala kebijakan dan sikapnya terhadapa rakyatnya yang penuh keadilan lagi kasih sayang. Dan juga banyak sekali sekali riwayat yang menjelaskan tentang keistimewaan dan juga sifat-sifat Umar. Diantaranya:

  1. Jujur dan sangat peduli adanya keadilan
Dalam berbagai kesempatan Umar sering diajak berunding oleh Rosulullah, terutama dalam mengahadapi persoalan-persoalan kemasyarakatan. tidak jarang apa yang disarankan Umar disetujui oleh Rosulullah. Kejeniusan Umar menangkap jiwa dan spirit ajaran yang dibawa Rosulullah telah menempatkan dirinya dalan jajaran teratas di kalangan sahabat.[3] Terdapat berbagai pujian Rosulullah terhadap Umar, diantaranya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
ان الله جعل الحق عل لسا ن عمر وقلبه                                                                
Bahwa sesungguhnya  Allah SWT telah menempatkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar.
Pada masa Umar menjabat sebagai Khalifah, wilayah kekuasaan Islam telah mencangkup selain semenanjung Arabia, juga Palestina, Sawad, Syiria, Irak, Persia dan Mesir. Dalam Wilayah yang demikian luas itu, ada beberapa daerah taklukkan yang di dapatkan dengan peperangan. Mnamun ada satu hal yang perlu diperhatikan bahwa Umar mempertimbangkan hukum tentang ghanimah. Ia tidak membagi-bagikan tanah taklukannya kepada tentara-tentara pasukan muslim, hal ini karena ia peduli dengan keaadilan dan kesejahteraan sosial. Yang sangat ia inginkan adalah Islam dapat hidup dan bekembang di wilayah-wilayah tersebut.
Awalnya keputusan ini tidak disetujui oleh sebagian sahabat, tetapi ia sangat mempertimbangkannya dengan rujukan Qs. Al-Hasyr ayat 8-10. Pada akhirnya disepakati (konsensus) untuk tidak membagi-bagikan tanah dan membiarkannya tetap berada pada pemiliknya, tetapi dengan kewajiban membayar pajak tanah al-kharaj) dan jizyah atas setiap orang-orangnya.[4]
  1. Mempunyai kedudukan yang tinggi di Surga
1566- عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال : قال النبي صلى  الله عليه وسلم رايتني دخلت الحنة فاذا انا بالرميصاء امراة ابي طلحة وسمعت خشفة فقلت من هذا ؟ فقال : هذا بلا ل . ورايت قصرا (من ذهب 8/79) بفنا ئه جا رية فقلت: لمن هذا ؟ فقال : لعمر (بن الخطاب 6/157). فاردت ان ادخله فانظر اليه , فذكرت غيرتك (وفي روا ية: فلم يمنعني الا علمي بغيرتك) فقال عمر: بابي (انت) و امي يا رسول الله ا(و) عليك اغار.
Dari Jabir bin Abdullah RA , ia berkata, Nabi SAW bersabda, “aku bermimpi memasuki surga, tiba-tiba aku bertemu dengan wanita bertahi muda,-yaitu- istri Abu Thalhah. Aku mendengar suara langkah kaki. Aku bertanya, “siapa ini ?” ia menjawab “Bilal”. Lalu aku melihat istana (dari emas 8/79) yang didalamnya terdapat seorang hamba wanita. Aku bertanya, “istana ini milik siapa ?” dia menjawab, “milik Umar (bin al-khathab 6/157). Aku ingin memasuki dan melihatnya. Tapi aku teringat kecemburuanmu (dalam riayat lain: tidak ada yang menghalangiku kecuali aku mengetahui kecemburuanmu.) Umar RA berkata, demi ayahku(engkau) dan ibuku, wahai Rasulullah SAW, [dan} apakah aku dapat cemburu terhadapmu?”[5]
  1. Keras, tegas dan berwibawa
Sifat lain yang sangat dihargai Rosulullah SAW yaitu sifatnya yang keras dan kasar. Sifat yang demikian ini bukan berarti bahwa ia selalu berwatak buruk.ia menempatkan sifatnya ini untuk membela kebenaran dan keadilan, sehingga ia sangat ditakuti oleh pihak musuh dan sangat disegani oleh kaum muslim. Sebuah riwayat mengabarkan:
1567- غن سعد ين ابي وقص عن ابيه قال : استاذن عمر بن الخطاب علي رسول الله صلى الله عليه وسلم واند ه نسوة من قريش يكلمنه ( و في روا ية : بسالنه 8/93)  ويستكثر نه, عالية اصواتهن على صوته فلما استاذن عمر بن الخطاب قمن فبادرن الحجاب , فاذن رسول الله صلى الله عليه وسلم , فدخل عمر و رسول الله صلى الله عليه وسلم يضحك, فقال : عمر اضحك الله سنك يا رسول الله (بابي انت و امي 7/93), فقال النبي صلى الله عليه وسلم عجبت من هؤلاء اللاتي كن عندى, فلما سمعن صو تك ابتدرن الحجاب , قال عمر كقانت احق ان يهبن يا رسول الله. ثم (اقبل عليهن, ف) قال عمر يا عدوات انفسهن , اتهبنني ولا تهبن يا زسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ فقلن :نعم , انت افظ واغلظ من رسول الله صلى الله عليه وسلم . فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ايها (وفي رواية : ايه) يا بن الخطاب, والذى نفسي بيده, ما لقيك اشيطان سا لكا قجا قط الا سلك فجا غير فجك.
Dari Said bin Abu Waqash RA, ia berkata, “Umar RA meminta  izin kepada Rosulullah SAW. Di dekat beliau terdapat beberapa wanita Quraisy yang sedang bercakap-cakap dengan beliau (dalam riwayat lain: sedang bertanya kepada beliau 7/93). Mereka banyak bicara dengan Rosulullah SAW. Suara mereka lebih tinggi dari pada suara beliau. Ketika Umar RA meminta izin- masuk- mereka segera berdiri dan menutup diri. Rosulullah SAW mengizinkan masuk. Umar pun masuk, sementara Rosulullah SWA tertawa. Umar RA lalu berkata, “semoga Allah SWT membuatmu tertawa sepanjang usiamu, wahai Rosulullah SAW.[6](demi ayah dan ibuku 7/93).”
Rosulullah SAW menjawab, “aku heran dengan mereka (para wanita) yang tadi berada disampingku. Ketika mereka mendengar suaramu mereka bergegas menutup diri.” Umar RA berkata, “engkau lebih berhak untuk mereka takuti, wahai Rosulullah SAW” kemudian (dia mengarah kepara wanita itu) dan berkata, “wahai para wanita yang menjadi musuh dirinya sendiri, apakah kalian takut kepadaku sementara kalian tidak takut kepada Rosulullah SAW“ mereka menjawab, “ya. Engkau lebih keras dan kasar daripada Rosulullah SAW”.
Rosulullah SAW bersabda, “jangan kalian mulai pembicaraa dengan kami (dalam riwayat lain : lihiin artinya bicaralah lagi kepada kami sesukamu). Wahai Ibn Khathab demi dzat yang jiwaku berada dalam genggaman tangan-Nya. setan tidak pernah mendapatimu melalui suatu jalan yang kamu tempuh kecuali ia akan melewati jalan selain jalan yang kamu tempuh.”[7]
4.      Ijtihad Umar mengenai hukum potong tangan bagi pencuri
            Dalam Qur’an surat al-Maidah ayat 38, mengandung sebuah hukum potong tangan bagi  seorang pencuri. Dalam pelaksanaan hukum potong tangan itu dituntut sikap tegas, tidak diperkenankan adanya hak istimewa dan tidak  pandang bulu. Dalam sebuah riwayat, mengatakan bahwa ketika Usamah memberikan semacam pertimbangan kepadaRosulullah terhadap salah seorang keluarga al-Makhzumiyah, yang terbukti melakukan pencurian, dan erhak mendapatkan hukuman potong tangan,Rosulullah berkata kepadanya: “ya Usamah, janganlah engkau memberi syafaat terhadap hukuman (huddud) Allah.” Kemudian Rosulullah berdiri danmelanjutkan pembicaraanya”:
انما هلك من كان قبلهم بانه اذا سرق  فيهم الشريف تركوه واذا سرق فيهم الضعيف قطعوه والذي نفسي بيده لوكانت فاطمة بنت محمد  سرق لقطعتت يده
“Sesungguhnya tidak lain sebab kebinasaan orang-orang yang sebelummu, hanyalah karena apabila yang mencuri orang terpandang (syarif), mereka membiarkannya, tetapi bilaang mencuri rakyat kecil (dha’if) hukuman dilaksanakannya. Demi Tuhan yang diriku ditangan-Nya, jikalau Fathimah binti Muhammad yang mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya”
            Dalam kasus ini, Umar bin Khathab dikabarkan pernah tidak melaksakan hukuman tersebut sewaktu masyarakat Islam sedang  mengalami musibah kekurangan persediaan makanan dan bahaya kelaparan. Peristiwa ini terjadi pada musim kemarau panjang, sehingga pada saat itu tanah menjadi gersang karena tidak turun hujan selama 9 bulan terus menerus. Diperkirakan peristiwa ini terjadi menjelang akhir tahun ke-18 H, yang meliputi daerah Hijaz, Tihama dan Najd.[8]
          Pada masa itu, Umar seringkali mengucapkan kata-kata yang menggambarkan keyakinan yang begi besar terhadap keadilan yang penuh dan persamaan yang mutlak antara sesame manusia. Sering ia berkata: “Kita makan yang ada. Kalau tidak ada, persediaan setiap keluarga kita gabungkan dan mekanlah bersama-sama. Mereka takkan matikelaparan hanya karena berbagi perut.” Dalam kondisi seperti ini, menurut  Ibnu Qayyim, Umar  mengadakan perubahan dalam fatwa hukum, sebagaimana diriwayatkan:
ان عمربن الخطاب رضي الله عنه اسقط القطع عن السارق في عام المجاعة             
“Bahwa Umar ibn Khathab telah menggugurkan (hukuman) potong tangan dari pencuri pada musim kelaparan.”[9]
            Disamping riwayat diatas, diceritakan pula bahwa Umar tidak melaksanakan potong tangan seorang laki-laki yang mencuri suatu barang dari Baitul Mal. Begitu pula Umar tidak memotong tangan beberapa orang budak yang terbukti bersama-sama mencuri seekor unta karena kelaparan. Dan sebagai hukuman pengganti Umar membebankan kepada Hathib ibn Abi Balta’ah, pemilik budak-budak tersebut untuk mengganti 2 kali lipat dari harga unta tersebut kepada pemiliknya.
            Dalam kasus-kasus tersebut tidak mudah mengatakan bahwa Umar telah melanggar perintah Al-Qur’an tentang hukum potong tangan. Dalam prakteknya yang dilakukan Rosulullah selain bertindak tegas terhadap pelaku  kejahatan dengan hukuman huddud, dipihak lain beliau mengatakan melalui riwayat yang disampaikan Ibn Abbas:
ادْرَأُوْ الحُدُودَ بِالشُبُهَاتِ
Hindarkanlah (pelaksanaan) hudud (hukuman)disebabkan adanya ketidakpastian (syubhat).
            Dari ketentuan dari Rasulullah tersebut, Umar menyimpulkan bahwa tidak seamanya hukum potong tangan hatus dilaksanakan. Qs. Al-Maidah 38 tersebut dipahaminya dengan pengecualian (takhsish) seperti yang dipraktekkan Rosulullah. Penangguhan hukum poton tangan pernah dilakukan Rosulullah dalam peperangan. Larangan Rosulullah untuk memotong tangan para pencuri dalam peperangan diartikan oleh Umar. Kata Ibnu Qoyim agar pencuri ketika itu tidak lari dan bergabung kepada musuh. Selain itu sebagaimana dikemukakan oleh Fathi Utsman, pertimbangan Umar tidak melakukan potong tangan juga bertolak dari pengecualian yang ditentukan dalam Al-Qur’an terhadap orang yang berada dalam keterpaksaan dan kelonggaran yang diberkan Umar ini adalah usaha untuk mewujudkan kemaslahatan yang menjadi tujuan dan esensi hukum Islam.[10]

5.      Ijtihad Umar mengenai Shalat Tarawih
Disebutkan dalam kitab Sahih Bukhari :
و عن ابن الشهاب عن عروة بن الزبير عن عبد الرحمن بن عبد القارى انه قال : خرجت مع عمر بن الخطاب رضي الله عنه ليلة في رمضان إلي المسجد فإذا الناس أوزع متفرقون يصلي الرجل فيصلي بصلاته الرهط فقال عمر  : إني أري لو جمعت هؤلاء علي قارئ واحد لكان أمثال, ثم عزم فجمعهم علي أبي بن كعب, ثم خرجت معه ليلة أخري والناس يصلون بصلاة قارئهم. قال عمر : نعم البدعة هذه, والتي ينامون عنها أفضل من التى يقومون يريد اخر الليل. و كان الناس يقومون أوله.
"Dari Ibnu Syihab, dari Urwah bin Az-Zubair, Abdurrahman bin Abdul Qarai, beliau berkata : Saya keluar bersama Sayidina 'Umar bin Khathab (Khalifah) pada suatu malam bulan Ramadhan pergi ke masjid (Madinah). Didapati dalam masjid orang-orang shalat tarawih berpisah-pisah. Ada orang yang sembahyang sendiri­sendiri, ada orang yang shalat dan ada beberapa orang di bela­kangnya, maka Sayidina Umar berkata : Saya berpendapat akan memper­satukan orang-orang ini. Kalau disatukan dengan seorang Imam sesungguhnya lebih baik, lebih serupa dengan shalat Rasulullah. Maka dipersatukan orang-orang itu shalat di belakang seorang Imam namanya Ubal bin Ka'ab. Kemudian pada satu malam kami datang lagi ke masjid, lantas kami melihat orang-orang shalat bersama-sama di belakang seorang Imam. Sayidina Umar berkata : Ini adalah bid'ah yang baik, dan shalat mereka yang tidur (maksudnya melaksanakan pada akhir malam) lebih utama dari shalat yang sedang mereka kerjakan. Adapun manusia saat itu mengerjakan shalat diawal malam. " (H. Riwayat Imam Bukhari, lihat Sahih Bukhari I, halaman 241 - 242).
Maka berdasarkan hadist ini menyebutkan bahwa Umar beranggapan bahwa shalat berjamaah dengan satu Imam lebih baik, karena shalat sendiri dapat menimbulkan perselisihan.[11] Kemudian maksud dari bid’ah yang baik didalam hadist tersebut karena itu adalah sesuatu yang baru dan belum dicontohan tetapi tetap sesuai dengan syariat. Kita ummat Islam diperitahkan oleh Rasulullah untuk mengikuti Sayidina Abu Bakar dan Umar. Nabi berkata :
اقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ . رَوَاهُأَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ
"Ikutilah dua orang sesudah saya: yaitu Abu Bakar dan Umar". (Hadits Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah — lihat Musnad Ahmad bin Hanbal V hal. 382 dan Sahih Tirmidzi XIII 129).
6.      Kelembutan Hati dan Perhatian pada rakyat.
Dalam sebuah kisah diceritakan pada suatu saat Khalifah Umar berkata kepada khuzaimah ibn Tsabit, “Kenapa kau tak menanam sesuatu di tanah peekaranganmu?” Khuzaimah menjawab, “Aku sudah lanjut usia, mungkin besok aku akan mati.” “Aku menghimbau kepadamu,” pesan Umar, “Tanamlah sesuatu di tanahmu itu.” Tak lupa, umar memberi contoh langsung cara menanami tanaman dan Khuzaimah mengikuti.
Dala kisah lain, sering kali Khalifah Umar mengetuk pintu-pintu yang sama dan memanggil istri-istri yang ditinggal perang oleh suaminya. “Sebutkan semua kebutuhanmu atau suruh pembantumu ikut denganku. Aku akan ke pasar. Aku khawatir kalian tertipu dalam jual beli.” Umar pun berangkat ke pasar bersama beberapa pembantu. Di sana, ia sendiri yang membeli semua keperluan para istri itu.[12]
C.      KONTEKSTUALISASI HADIST-HADIST MENGENAI UMAR BIN KHATTAB

Dari seluruh penjelasan beberapa riwayat dan hadist mengenai bagaimana seorang Khalifah Umar bin Khattab selama masa hidupnya, dapat kita ambil hikmah dan pelajaran yang sangat berharga. Bahwa perjuangan dakwah Umar selama hidupya sangat patut kita ikuti. Dari seluruh sikap tegas dan adilnya terhadap seluruh rakyat-rakyatnya. Dari segi amal Ibadah dan budi pekerti lembutnya, serta selalu sigap dalam membela kebenaran dan memerangi kebatilan. Terdapat juga dalam hadist tentang ijtihad Umar. Ini telah banyak digunakan oleh ulama pada masa sekarang, tetapi harus digaris bawahi bahwa Ijtihad Umar tidak keluar dari konteks Al-Qur’an. Sehingga berijtihad masih dalam konteks syariat. Para pemimpin kita saat ini seharusnya tidak pernah lupa dan selalu ingat akan teladan kita yang satu ini. Para pemimpin negri harusnya bisa lebih baik dari masa Umar dahulu dengan segala kemajuan yang ada saat ini. Tetapi, masih banyak pembesar negara yang tidak bisa benar-benar mementingkan kepentingan rakyat dengan segala kesederhanaan yang real bukan hanya utnuk pencitraan semata. Maka teladan Umar sangatlah baik jika kita contoh dalam hal kepemimpinan apalagi dalam hal Dakwah. Dengan segala kecerdasan dan kelembutan serta ketegasan dalam berdakwah, maka pesan kita akan mudah sampai dan dicerna oleh para mad’u.

BAB III
KESIMPULAN

Umar bin Khattab adalah seorang Khalifah yang besar dan sangat sukses selama masa hidupnya. Telah banyak riwayat hadist yang menceritakan dan menjelaskan bagaimana sepak terjang Umar dalam mendakwahkan Islam, bahkan kisah Umar sebelum mendapatkan cahaya Iman dan Islam. Dengan seluruh akhlak serta perbuatan Umar yang telah tertera dalam beberapa hadist, sudah sepatutnya bagi kita untuk meneladaninya. Dalam keberhasilan dakwah Umar tak lepas dari usaha dan kuatnya Iman terahadap Allah SWT.
Seteah kita mengetahui dan memahami hadist-hadist tersebut, maka lantas kita tidak hanya kagum dan tidak berbuat apa-apa. Tetapi, sudah seharusnya bagi kita untuk melanjutkan perjuangan Umar sebagai umat muslim untuk selalu mendakwahkan Islam secara baik dan benar. Menjadi pemimpin yang baik dan selalu berpegang teguh pada Islam dengan perhatian kepada rakyat tak pernah tertinggal. Selalu mencoba untuk meningkatkan diri dan bermuhasabah agar selalu menjadi diri yang lebih baik lagi seperti Khalifah Umar bin Khattab.















DAFTAR PUSTAKA

Abbdurahman Fuad, 2013, The Great Two of Umar, Zaman, Jakarta.
Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim, 1382, Kitab al-Kharaj, Mesir: al-Mathba’ah al-salafiyah.
Al-Bani Muhamad  Nashiruddin, 2007, Ringkasan Shahih Bukhari jilid 3, Pustaka Azzam: Jakarta.
Nurudin Ammiur, 1991,Ijtihad Umar ibn Khattab: Studi ttg perubahan hukum dalam Islam, Rajawali, Jakarta.
Ruwai'i, 1403 H,Fiqh Umar bin Khottob Muwazinan bi Fiqh Asyhuril Mujtahidin, Beirut, Daar al Ghorbi al Islamy, Juz 1
Umar Nazhrah’Ashriyah Jadidah, 1973, Beirut: al-Mu’assisah al-Arabiyahli al-Dirasah wa al-Nashr, cet 1.


[1]Mahmud Ismail, Falsafah al-Tasyri’ ‘inda Umar Ibn Khathab, dalam Umar Nazhrah’Ashriyah Jadidah, Beirut: al-Mu’assisah al-Arabiyahli al-Dirasah wa al-Nashr, cet 1, 1973, hal. 55.
[2]Ruwai'i, Fiqh Umar bin Khottob Muwazinan bi Fiqh Asyhuril Mujtahidin, 1403 H, Beirut, Daar al Ghorbi al Islamy, Juz 1, hal. 21.
[3] Terdapat berbagai riwayat yang menunjukkan adanya penghargaan Rosulullah terhadap prestasi dan spesialisasi sahabat-sahabat dalam berbagai kegiatan keislaman. Untuk sebagiannya lihat umpamanya al-Syaukani, Nail la-Authar, jilid VI, Mesir, Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1347 H, hal. 46
[4] Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim, Kitab al-Kharaj, Mesir: al-Mathba’ah al-salafiyah, 1382 hal.35.
[5]Al-Bani, Muhamad  Nashiruddin, Ringkasan Shahih Bukhari jilid 3, Pustaka Azzam: Jakarta, 2007. Hal 873
[6] Ungkapan doa, yang maksudnya semoga Allah membuatmu senang.
[7]Al-Bani, Muhamad  Nashiruddin, Ringkasan Shahih Bukhari jilid 3, Pustaka Azzam: Jakarta, 2007, hal. 275.
[8]Nurudin Ammiur, Ijtihad Umar ibn Khattab: Studi ttg perubahan hukum dalam Islam, Rajawali, Jakarta, 1991, 151
[9]Ibid.
[10]Ibid, 154.
[11]Fathul Baari, 482.
[12]Abbdurahman Fuad, The Great Two of Umar, Zaman, Jakarta, 2013, 202.