BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setelah Rasulullah SAW wafat, maka perjuangan dakwah Islam tidak
berhenti begitu saja. Sebagai seorang muslim adalah tugas kita semua untuk
melanjutkan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Seperti dalam sabda Rasuullah yang
berbunyi, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” Terutama kepada para
sahabat setelah wafatnya Rasulullah. Masalah demi masalah baru muncul
sepeninggal Rasulullah, maka harus ada seorang yang mengkoordinir dalam memimpin
umat Islam agar tetap pada syariatnya. Pengganti Rasulullah sebagai pemimpin
pada masa itu disebut sebagai Khulafa-ur-Rassyidin.
Orang-orang yang menjadi Khulafa-ur-Rasyidin ini adalah para sahabat
Rasulullah yang sangat dekat dan mulia hati serta akhlaknya. Abu Bakar
As-Shidiq menjadi khalifah pertama pengganti Rasulullah. Abu Bakar adalah
seorang khalifah yang tegas dan cakap. Diawal pemerintahannya Abu Bakar
menghadapi masalah-masalah seperti orang-orang yang tidak mau berzakat,
orang-orang murtad dan para nabi palsu. Tapi semua itu dapat ditangani dengan
baik oleh Abu Bakar. Setelah perjuangan Abu Bakar sebagai khalifah berakhir,
kemudian dilanjutkan oleh khalifah Umar bin Khattab. Umar adalah salah satu
sahabat sekaligus keluarga dari Rasulullah. Umar juga seorang khalifah yang
tegas lagi peduli terhadap rakyatnya. Maka kita juga harus mengetahui bagaimana
perjuangan dakwah seorang Umar bin Khattab selama masa hidupnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini penulis bermaksud memaparkan beberapa hal yang akan menjadi pokok
pembahasan utama dalam makalah ini. Terkait dengan itu, maka hal tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Siapakah Umar Bin Khattab?
2. Bagaimana hadsit-hadist mengenai Umar bin
Khattab?
3. Bagaimanakah kontekstualisasi hadist
mengenai Umar bin Khattab?
C. TUJUAN
Makalah
ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui siapa
yang dimaksud dengan Umar bin Khattab.
2.
Mengetahui dan
memahami hadist-hadist mengenai Umar bin Khattab.
3.
Mengetahui dan memahami bagaimana kontekstualisasi hadist mengenai Umar
bin Khattab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI UMAR BIN KHATTAB
Namanya adalah Umar bin Khaththab bin
Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay
al-Quraisy al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan
al-Faruq. Al-Faruq adalah gelar yang diberikan oleh Rasulullah, ini berarti ‘Sang
Pembeda’ karena Umar adalah sosok teguh dan keras dalam membedakan yang benar
dan yang batil.
Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Muqhirah al-Makhzumiyah.
Sebelum memeluk Islam, Umar adalah
sosok pemuda yang berkarakter keras dan kasar. Ia dibesarkan dalam lingkungan
kabilah ‘Adi ibn ka’ab, yaitu suatu kabilah yang terhitung kecil dan tidak
kaya. tetapi menonjol dalam bidang ilmu dan kecerdasan.Semasa
mudanya Umar berpengalaman sebagai pengembala ternak dan pengalamannya sebagai peniaga.
Kedua pengalaman ini berpengaruh besar terhadap pertumbuhan watak dan
kepribadiannya. DR. Mahmud Ismail dalam tulisannya berjudul Falsafah al-Tasyri’
‘inda Umar Ibn Khathab, mengatakan bahwa pengalaman Umar sebagai pengembala
unta yang diperlakukan keras oleh ayahnya, Al-Khathab, berpengaruh terhadap
temperamen umar yang menonjolkan sikap keras dan tegas. Sedangkan pengalamannya
sebagai peniaga yang sukses, berpengaruh terhadap kecerdasan dan kepekaannya
serta pengetahuannya terhadap berbagai tabiat manusia.[1]
Ketika nabi
Muhamad hadir dan membawa cahaya Islam, Umar bin Khattab adalah salah satu
pembesar Quraisy yang menentangnya. Meskipun terkenal dengan ketegasan dan
kekerasannya, tetapi Umar sekaligus adalah sosok yang lembut. Lembut pada
kebenaran hingga akhirnya hatinya luluh dan masuklah dia dalam agama Islam.
Awal Keislamanya, Umar masuk Islam ketika para
penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari
laki-laki dan perempuan. Pada tahun
keenam dari kenabian ketika berumur 27 tahun.[2]Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan
Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wassalam telah berdo’a, “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan
orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin
al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.” Berkenaan dengan masuknya Umar
binKhathab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh
Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut: Anas
bin Malik berkata:”Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya,
lalu Bani Zahrah bertanya, “Wahai Umar, hendak kemana engkau?” maka Umar
menjawab, “Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya: “Bagaimana
dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah,
sementara engkau hendak membunuh Muhammad? tidak kau tahu bahwa adikmu dan
saudara iparmu telah meninggalkan agamamu?”. Kemudian Umar pergi menuju rumah
adiknya, dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu
Umar berkata, “Barangkali keduanya benar telah berpindah agama”. Maka Umar
melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khathab)
datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka
adiknya mengeluarkan darah. Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran)
itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam
keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau
engkau ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”.
Lalu Umar berdiri dan mandi
(bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai
ayat,“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka
sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14). Setelah itu
Umar berkata, “Bawalah aku menemui Muhammad.” Mendengar perkataan Umar tersebut,
Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:“Wahai Umar, aku merasa
bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi
kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan
orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin
al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.” Lalu Umar berangkat menuju tempat
Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan
sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” Jika Allah menghendaki kebaikan
baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan
membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam. Hingga datangnya Umar dalam cahaya Islam, kejayaan
Islam semakin jelas dan nyata.
Hadist Imam Bukhari dari Abu
Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu
para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”.
Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah
meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,
لو كان بعدى نبي لكان عمربن الخطاب
“Seandainya
ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.”
Setelah
Rasulullah wafat, pemerintahan Islam digantikan oleh Abu Bakar As-Shidiq.
Hingga Umar meneruskan perjuangan dakwah Abu Bakar dalam sebuah daulah
Islamiyah. Pada masa pemerintahan Umar, Umar adalah amir yang tegas, adil, lagi
bijaksana. Perluasan wilayah Islam semakin menyeluruh pada masanya. Umar juga
sangat memperhatikan rakyatnya. Beliau adalah sosok yang sangat keras kepada
kemunkaran namun sangat peduli lagi rendah hati. Hingga akhirnya Umar wafat pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun
23 H, ia ditikam ketika sedang melakukan
Shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah budak milik
al-Mughirah bin Syu’bah, diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar
dimakamkan di samping Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63
tahun. Dan
setelahnya digantikan oleh Utsman bin Affan.
B. HADIST-HADIST MENGENAI UMAR BIN KHATTAB
Terdapat beberapa riwayat yang mejelaskan
mengenai kehidupan Umar bin Khattab. Baik ketika sebelum masuk Islam dan ketika
beliau mengikrarkan keislamannya. Bagaimana beliau ketika menjadi pemimpi bagi
seluruh umat muslim dengan segala kebijakan dan sikapnya terhadapa rakyatnya
yang penuh keadilan lagi kasih sayang. Dan juga banyak sekali sekali riwayat
yang menjelaskan tentang keistimewaan dan juga sifat-sifat Umar. Diantaranya:
- Jujur dan sangat peduli adanya keadilan
Dalam
berbagai kesempatan Umar sering diajak berunding oleh Rosulullah, terutama
dalam mengahadapi persoalan-persoalan kemasyarakatan. tidak jarang apa yang
disarankan Umar disetujui oleh Rosulullah. Kejeniusan Umar menangkap jiwa dan
spirit ajaran yang dibawa Rosulullah telah menempatkan dirinya dalan jajaran
teratas di kalangan sahabat.[3]
Terdapat berbagai pujian Rosulullah terhadap Umar, diantaranya yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
ان
الله جعل الحق عل لسا ن عمر وقلبه
Bahwa
sesungguhnya Allah SWT telah menempatkan
kebenaran melalui lidah dan hati Umar.
Pada
masa Umar menjabat sebagai Khalifah, wilayah kekuasaan Islam telah mencangkup
selain semenanjung Arabia, juga Palestina, Sawad, Syiria, Irak, Persia dan
Mesir. Dalam Wilayah yang demikian luas itu, ada beberapa daerah taklukkan yang
di dapatkan dengan peperangan. Mnamun ada satu hal yang perlu diperhatikan
bahwa Umar mempertimbangkan hukum tentang ghanimah. Ia tidak membagi-bagikan
tanah taklukannya kepada tentara-tentara pasukan muslim, hal ini karena ia
peduli dengan keaadilan dan kesejahteraan sosial. Yang sangat ia inginkan
adalah Islam dapat hidup dan bekembang di wilayah-wilayah tersebut.
Awalnya
keputusan ini tidak disetujui oleh sebagian sahabat, tetapi ia sangat
mempertimbangkannya dengan rujukan Qs. Al-Hasyr ayat 8-10. Pada akhirnya
disepakati (konsensus) untuk tidak membagi-bagikan tanah dan membiarkannya
tetap berada pada pemiliknya, tetapi dengan kewajiban membayar pajak tanah
al-kharaj) dan jizyah atas setiap orang-orangnya.[4]
- Mempunyai kedudukan yang tinggi di Surga
1566- عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال : قال النبي
صلى الله عليه وسلم رايتني دخلت الحنة
فاذا انا بالرميصاء امراة ابي طلحة وسمعت خشفة فقلت من هذا ؟ فقال : هذا بلا ل .
ورايت قصرا (من ذهب 8/79) بفنا ئه جا رية فقلت: لمن هذا ؟ فقال : لعمر (بن الخطاب
6/157). فاردت ان ادخله فانظر اليه , فذكرت غيرتك (وفي روا ية: فلم يمنعني الا
علمي بغيرتك) فقال عمر: بابي (انت) و امي يا رسول الله ا(و) عليك اغار.
Dari
Jabir bin Abdullah RA , ia berkata, Nabi SAW bersabda, “aku bermimpi
memasuki surga, tiba-tiba aku bertemu dengan wanita bertahi muda,-yaitu- istri
Abu Thalhah. Aku mendengar suara langkah kaki. Aku bertanya, “siapa ini ?” ia
menjawab “Bilal”. Lalu aku melihat istana (dari emas 8/79) yang didalamnya
terdapat seorang hamba wanita. Aku bertanya, “istana ini milik siapa ?” dia
menjawab, “milik Umar (bin al-khathab 6/157). Aku ingin memasuki dan
melihatnya. Tapi aku teringat kecemburuanmu (dalam riayat lain: tidak ada yang
menghalangiku kecuali aku mengetahui kecemburuanmu.) Umar RA berkata, demi ayahku(engkau) dan ibuku, wahai
Rasulullah SAW, [dan} apakah aku dapat cemburu terhadapmu?”[5]
- Keras, tegas dan berwibawa
Sifat
lain yang sangat dihargai Rosulullah SAW yaitu sifatnya yang keras dan kasar.
Sifat yang demikian ini bukan berarti bahwa ia selalu berwatak buruk.ia
menempatkan sifatnya ini untuk membela kebenaran dan keadilan, sehingga ia
sangat ditakuti oleh pihak musuh dan sangat disegani oleh kaum muslim. Sebuah
riwayat mengabarkan:
1567- غن سعد ين ابي وقص عن ابيه قال : استاذن عمر بن الخطاب علي
رسول الله صلى الله عليه وسلم واند ه نسوة من قريش يكلمنه ( و في روا ية : بسالنه
8/93) ويستكثر نه, عالية اصواتهن على صوته
فلما استاذن عمر بن الخطاب قمن فبادرن الحجاب , فاذن رسول الله صلى الله عليه وسلم
, فدخل عمر و رسول الله صلى الله عليه وسلم يضحك, فقال : عمر اضحك الله سنك يا
رسول الله (بابي انت و امي 7/93), فقال النبي صلى الله عليه وسلم عجبت من هؤلاء
اللاتي كن عندى, فلما سمعن صو تك ابتدرن الحجاب , قال عمر كقانت احق ان يهبن يا
رسول الله. ثم (اقبل عليهن, ف) قال عمر يا عدوات انفسهن , اتهبنني ولا تهبن يا
زسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ فقلن :نعم , انت افظ واغلظ من رسول الله صلى الله
عليه وسلم . فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ايها (وفي رواية : ايه) يا بن
الخطاب, والذى نفسي بيده, ما لقيك اشيطان سا لكا قجا قط الا سلك فجا غير فجك.
Dari
Said bin Abu Waqash RA, ia berkata, “Umar RA meminta izin kepada Rosulullah SAW. Di dekat beliau
terdapat beberapa wanita Quraisy yang sedang bercakap-cakap dengan beliau
(dalam riwayat lain: sedang bertanya kepada beliau 7/93). Mereka banyak bicara
dengan Rosulullah SAW. Suara mereka lebih tinggi dari pada suara beliau. Ketika
Umar RA meminta izin- masuk- mereka segera berdiri dan menutup diri. Rosulullah
SAW mengizinkan masuk. Umar pun masuk, sementara Rosulullah SWA tertawa. Umar
RA lalu berkata, “semoga Allah SWT membuatmu tertawa sepanjang usiamu, wahai
Rosulullah SAW.[6](demi
ayah dan ibuku 7/93).”
Rosulullah
SAW menjawab, “aku heran dengan mereka (para wanita) yang tadi berada
disampingku. Ketika mereka mendengar suaramu mereka bergegas menutup diri.”
Umar RA berkata, “engkau lebih berhak untuk mereka takuti, wahai Rosulullah
SAW” kemudian (dia mengarah kepara wanita itu) dan berkata, “wahai para
wanita yang menjadi musuh dirinya sendiri, apakah kalian takut kepadaku
sementara kalian tidak takut kepada Rosulullah SAW“ mereka menjawab, “ya.
Engkau lebih keras dan kasar daripada Rosulullah SAW”.
Rosulullah
SAW bersabda, “jangan kalian mulai pembicaraa dengan kami (dalam riwayat
lain : lihiin artinya bicaralah lagi kepada kami sesukamu). Wahai Ibn
Khathab demi dzat yang jiwaku berada dalam genggaman tangan-Nya. setan tidak
pernah mendapatimu melalui suatu jalan yang kamu tempuh kecuali ia akan
melewati jalan selain jalan yang kamu tempuh.”[7]
4.
Ijtihad Umar mengenai hukum potong tangan bagi pencuri
Dalam Qur’an surat al-Maidah ayat
38, mengandung sebuah hukum potong tangan bagi
seorang pencuri. Dalam pelaksanaan hukum potong tangan itu dituntut
sikap tegas, tidak diperkenankan adanya hak istimewa dan tidak pandang bulu. Dalam sebuah riwayat, mengatakan
bahwa ketika Usamah memberikan semacam pertimbangan kepadaRosulullah terhadap
salah seorang keluarga al-Makhzumiyah, yang terbukti melakukan pencurian, dan
erhak mendapatkan hukuman potong tangan,Rosulullah berkata kepadanya: “ya
Usamah, janganlah engkau memberi syafaat terhadap hukuman (huddud) Allah.”
Kemudian Rosulullah berdiri danmelanjutkan pembicaraanya”:
انما هلك من كان قبلهم بانه اذا سرق
فيهم الشريف تركوه واذا سرق فيهم الضعيف قطعوه والذي نفسي بيده لوكانت
فاطمة بنت محمد سرق لقطعتت يده
“Sesungguhnya tidak lain sebab kebinasaan
orang-orang yang sebelummu, hanyalah karena apabila yang mencuri orang
terpandang (syarif), mereka membiarkannya, tetapi bilaang mencuri rakyat kecil
(dha’if) hukuman dilaksanakannya. Demi Tuhan yang diriku ditangan-Nya, jikalau
Fathimah binti Muhammad yang mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya”
Dalam kasus ini, Umar bin Khathab
dikabarkan pernah tidak melaksakan hukuman tersebut sewaktu masyarakat Islam
sedang mengalami musibah kekurangan
persediaan makanan dan bahaya kelaparan. Peristiwa ini terjadi pada musim
kemarau panjang, sehingga pada saat itu tanah menjadi gersang karena tidak
turun hujan selama 9 bulan terus menerus. Diperkirakan peristiwa ini terjadi
menjelang akhir tahun ke-18 H, yang meliputi daerah Hijaz, Tihama dan Najd.[8]
Pada masa itu, Umar seringkali
mengucapkan kata-kata yang menggambarkan keyakinan yang begi besar terhadap
keadilan yang penuh dan persamaan yang mutlak antara sesame manusia. Sering ia
berkata: “Kita makan yang ada. Kalau tidak ada, persediaan setiap keluarga kita
gabungkan dan mekanlah bersama-sama. Mereka takkan matikelaparan hanya karena
berbagi perut.” Dalam kondisi seperti ini, menurut Ibnu Qayyim, Umar mengadakan perubahan dalam fatwa hukum,
sebagaimana diriwayatkan:
ان عمربن الخطاب رضي الله عنه اسقط القطع عن السارق في
عام المجاعة
“Bahwa Umar ibn Khathab telah menggugurkan
(hukuman) potong tangan dari pencuri pada musim kelaparan.”[9]
Disamping riwayat diatas,
diceritakan pula bahwa Umar tidak melaksanakan potong tangan seorang laki-laki
yang mencuri suatu barang dari Baitul Mal. Begitu pula Umar tidak memotong
tangan beberapa orang budak yang terbukti bersama-sama mencuri seekor unta karena
kelaparan. Dan sebagai hukuman pengganti Umar membebankan kepada Hathib ibn Abi
Balta’ah, pemilik budak-budak tersebut untuk mengganti 2 kali lipat dari harga unta
tersebut kepada pemiliknya.
Dalam kasus-kasus tersebut tidak
mudah mengatakan bahwa Umar telah melanggar perintah Al-Qur’an tentang hukum
potong tangan. Dalam prakteknya yang dilakukan Rosulullah selain bertindak
tegas terhadap pelaku kejahatan dengan
hukuman huddud, dipihak lain beliau mengatakan melalui riwayat yang disampaikan
Ibn Abbas:
ادْرَأُوْ الحُدُودَ بِالشُبُهَاتِ
Hindarkanlah (pelaksanaan) hudud
(hukuman)disebabkan adanya ketidakpastian (syubhat).
Dari ketentuan dari Rasulullah
tersebut, Umar menyimpulkan bahwa tidak seamanya hukum potong tangan hatus
dilaksanakan. Qs. Al-Maidah 38 tersebut dipahaminya dengan pengecualian
(takhsish) seperti yang dipraktekkan Rosulullah. Penangguhan hukum poton tangan
pernah dilakukan Rosulullah dalam peperangan. Larangan Rosulullah untuk
memotong tangan para pencuri dalam peperangan diartikan oleh Umar. Kata Ibnu
Qoyim agar pencuri ketika itu tidak lari dan bergabung kepada musuh. Selain itu
sebagaimana dikemukakan oleh Fathi Utsman, pertimbangan Umar tidak melakukan
potong tangan juga bertolak dari pengecualian yang ditentukan dalam Al-Qur’an
terhadap orang yang berada dalam keterpaksaan dan kelonggaran yang diberkan
Umar ini adalah usaha untuk mewujudkan kemaslahatan yang menjadi tujuan dan
esensi hukum Islam.[10]
5.
Ijtihad Umar mengenai Shalat Tarawih
Disebutkan
dalam kitab Sahih Bukhari :
و عن ابن الشهاب عن
عروة بن الزبير عن عبد الرحمن بن عبد القارى انه قال : خرجت مع عمر بن الخطاب رضي
الله عنه ليلة في رمضان إلي المسجد فإذا الناس أوزع متفرقون يصلي الرجل فيصلي
بصلاته الرهط فقال عمر : إني أري لو جمعت
هؤلاء علي قارئ واحد لكان أمثال, ثم عزم فجمعهم علي أبي بن كعب, ثم خرجت معه ليلة
أخري والناس يصلون بصلاة قارئهم. قال عمر : نعم البدعة هذه, والتي ينامون عنها
أفضل من التى يقومون يريد اخر الليل. و كان الناس يقومون أوله.
"Dari Ibnu Syihab, dari Urwah bin
Az-Zubair, Abdurrahman bin Abdul Qarai, beliau berkata : Saya keluar bersama
Sayidina 'Umar bin Khathab (Khalifah) pada suatu malam bulan Ramadhan pergi ke
masjid (Madinah). Didapati dalam masjid orang-orang shalat tarawih
berpisah-pisah. Ada orang yang sembahyang sendirisendiri, ada orang yang
shalat dan ada beberapa orang di belakangnya, maka Sayidina Umar berkata :
Saya berpendapat akan mempersatukan orang-orang ini. Kalau disatukan dengan
seorang Imam sesungguhnya lebih baik, lebih serupa dengan shalat Rasulullah.
Maka dipersatukan orang-orang itu shalat di belakang seorang Imam namanya Ubal
bin Ka'ab. Kemudian pada satu malam kami datang lagi ke masjid, lantas kami
melihat orang-orang shalat bersama-sama di belakang seorang Imam. Sayidina Umar
berkata : Ini adalah bid'ah yang baik, dan shalat mereka yang tidur (maksudnya
melaksanakan pada akhir malam) lebih utama dari shalat yang sedang mereka
kerjakan. Adapun manusia saat itu mengerjakan shalat diawal malam. " (H.
Riwayat Imam Bukhari, lihat Sahih Bukhari I, halaman 241 - 242).
Maka
berdasarkan hadist ini menyebutkan bahwa Umar beranggapan bahwa shalat
berjamaah dengan satu Imam lebih baik, karena shalat sendiri dapat menimbulkan
perselisihan.[11]
Kemudian maksud dari bid’ah yang baik didalam hadist tersebut karena itu adalah
sesuatu yang baru dan belum dicontohan tetapi tetap sesuai dengan syariat. Kita
ummat Islam diperitahkan oleh Rasulullah untuk mengikuti Sayidina Abu Bakar dan
Umar. Nabi berkata :
اقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى أَبِى
بَكْرٍ وَعُمَرَ . رَوَاهُأَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ
"Ikutilah dua orang sesudah
saya: yaitu Abu Bakar dan Umar". (Hadits Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, dan
Ibnu Majah — lihat Musnad Ahmad bin Hanbal V hal. 382 dan Sahih Tirmidzi XIII
129).
6.
Kelembutan Hati dan Perhatian pada rakyat.
Dalam sebuah kisah diceritakan pada suatu
saat Khalifah Umar berkata kepada khuzaimah ibn Tsabit, “Kenapa kau tak menanam
sesuatu di tanah peekaranganmu?” Khuzaimah menjawab, “Aku sudah lanjut usia,
mungkin besok aku akan mati.” “Aku menghimbau kepadamu,” pesan Umar, “Tanamlah
sesuatu di tanahmu itu.” Tak lupa, umar memberi contoh langsung cara menanami
tanaman dan Khuzaimah mengikuti.
Dala kisah lain, sering kali Khalifah Umar
mengetuk pintu-pintu yang sama dan memanggil istri-istri yang ditinggal perang
oleh suaminya. “Sebutkan semua kebutuhanmu atau suruh pembantumu ikut denganku.
Aku akan ke pasar. Aku khawatir kalian tertipu dalam jual beli.” Umar pun
berangkat ke pasar bersama beberapa pembantu. Di sana, ia sendiri yang membeli
semua keperluan para istri itu.[12]
C. KONTEKSTUALISASI HADIST-HADIST MENGENAI
UMAR BIN KHATTAB
Dari seluruh
penjelasan beberapa riwayat dan hadist mengenai bagaimana seorang Khalifah Umar
bin Khattab selama masa hidupnya, dapat kita ambil hikmah dan pelajaran yang
sangat berharga. Bahwa perjuangan dakwah Umar selama hidupya sangat patut kita
ikuti. Dari seluruh sikap tegas dan adilnya terhadap seluruh rakyat-rakyatnya.
Dari segi amal Ibadah dan budi pekerti lembutnya, serta selalu sigap dalam
membela kebenaran dan memerangi kebatilan. Terdapat juga dalam hadist tentang
ijtihad Umar. Ini telah banyak digunakan oleh ulama pada masa sekarang, tetapi
harus digaris bawahi bahwa Ijtihad Umar tidak keluar dari konteks Al-Qur’an.
Sehingga berijtihad masih dalam konteks syariat. Para pemimpin kita saat ini
seharusnya tidak pernah lupa dan selalu ingat akan teladan kita yang satu ini.
Para pemimpin negri harusnya bisa lebih baik dari masa
Umar dahulu dengan segala kemajuan yang ada saat ini. Tetapi, masih banyak
pembesar negara yang tidak bisa benar-benar mementingkan kepentingan rakyat
dengan segala kesederhanaan yang real bukan hanya utnuk pencitraan semata. Maka
teladan Umar sangatlah baik jika kita contoh dalam hal kepemimpinan apalagi
dalam hal Dakwah. Dengan segala kecerdasan dan kelembutan serta ketegasan dalam
berdakwah, maka pesan kita akan mudah sampai dan dicerna oleh para mad’u.
BAB III
KESIMPULAN
Umar bin Khattab
adalah seorang Khalifah yang besar dan sangat sukses selama masa hidupnya.
Telah banyak riwayat hadist yang menceritakan dan menjelaskan bagaimana sepak
terjang Umar dalam mendakwahkan Islam, bahkan kisah Umar sebelum mendapatkan
cahaya Iman dan Islam. Dengan seluruh akhlak serta perbuatan Umar yang telah
tertera dalam beberapa hadist, sudah sepatutnya bagi kita untuk meneladaninya.
Dalam keberhasilan dakwah Umar tak lepas dari usaha dan kuatnya Iman terahadap
Allah SWT.
Seteah kita
mengetahui dan memahami hadist-hadist tersebut, maka lantas kita tidak hanya
kagum dan tidak berbuat apa-apa. Tetapi, sudah seharusnya bagi kita untuk
melanjutkan perjuangan Umar sebagai umat muslim untuk selalu mendakwahkan Islam
secara baik dan benar. Menjadi pemimpin yang baik dan selalu berpegang teguh
pada Islam dengan perhatian kepada rakyat tak pernah tertinggal. Selalu mencoba
untuk meningkatkan diri dan bermuhasabah agar selalu menjadi diri yang lebih
baik lagi seperti Khalifah Umar bin Khattab.
DAFTAR PUSTAKA
Abbdurahman Fuad, 2013, The Great Two of Umar, Zaman, Jakarta.
Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim, 1382, Kitab
al-Kharaj, Mesir:
al-Mathba’ah al-salafiyah.
Al-Bani Muhamad Nashiruddin,
2007, Ringkasan Shahih Bukhari jilid 3, Pustaka Azzam: Jakarta.
Nurudin Ammiur, 1991,Ijtihad Umar ibn Khattab: Studi ttg perubahan
hukum dalam Islam, Rajawali, Jakarta.
Ruwai'i, 1403 H,Fiqh
Umar bin Khottob Muwazinan bi Fiqh Asyhuril Mujtahidin, Beirut, Daar al Ghorbi al Islamy, Juz
1
Umar Nazhrah’Ashriyah
Jadidah, 1973, Beirut: al-Mu’assisah al-Arabiyahli al-Dirasah wa al-Nashr,
cet 1.
[1]Mahmud Ismail, Falsafah al-Tasyri’
‘inda Umar Ibn Khathab, dalam Umar Nazhrah’Ashriyah Jadidah, Beirut: al-Mu’assisah
al-Arabiyahli al-Dirasah wa al-Nashr, cet 1, 1973, hal. 55.
[2]Ruwai'i, Fiqh Umar bin Khottob Muwazinan bi Fiqh
Asyhuril Mujtahidin, 1403 H, Beirut, Daar al Ghorbi al Islamy, Juz 1, hal. 21.
[3] Terdapat berbagai riwayat yang menunjukkan adanya penghargaan
Rosulullah terhadap prestasi dan spesialisasi sahabat-sahabat dalam berbagai
kegiatan keislaman. Untuk sebagiannya lihat umpamanya al-Syaukani, Nail
la-Authar, jilid VI, Mesir, Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1347 H, hal. 46
[4] Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim, Kitab al-Kharaj, Mesir: al-Mathba’ah
al-salafiyah, 1382 hal.35.
[5]Al-Bani, Muhamad Nashiruddin, Ringkasan Shahih Bukhari jilid
3, Pustaka Azzam: Jakarta, 2007. Hal 873
[6] Ungkapan doa, yang maksudnya semoga Allah membuatmu senang.
[7]Al-Bani, Muhamad Nashiruddin, Ringkasan Shahih Bukhari jilid
3, Pustaka Azzam: Jakarta, 2007, hal. 275.
[8]Nurudin Ammiur, Ijtihad Umar ibn Khattab: Studi
ttg perubahan hukum dalam Islam, Rajawali, Jakarta, 1991, 151
[9]Ibid.
[11]Fathul Baari, 482.
[12]Abbdurahman Fuad, The Great Two of Umar, Zaman,
Jakarta, 2013, 202.