Rabu, 28 Oktober 2015

Epistemologi : Cara Mengembangkan Ilmu Komunikasi dengan Penelitian Ilmiah

BAB I
Pendahuluan
A.     Latar belakang
Setiap ilmu pengetahuan mempunyai filsafatnya. Hal ini disebabkan oleh perkembangan ilmu-ilmu pada umumnya yang pada masa lampau berpangkal pada filsafat. Filsafat yang sebenarnya berarti cinta kebijaksanaan, yang dalam memecahkan masalah orang mencari jawaban yang sebijaksana mungkin. Karena itulah pada masa lampau, filsafat sebagai landasan dari praktek setiap kegiatan manusia dalam hidupnya dan hingga sekarang menjadi landaan setiap ilmu. Begitu juga dengan ilmu yang mempelajari hubungan sosial manusia seperti ilmu komunikasi.
Ilmu komunikasi termasuk disiplin ilmu yang yang tidak terlepas dari lingkungan filsafat. Dasar-dasar filsafat yag meliputi ontology, epistemology, dan aksiologi juga dijadikan landasan dalam menggali dan mengupas penelitian ilmiah ketika para ilmuan mengembangkan ilmu komunikasi. Salah satunya yaitu dengan dasar pemikiran epistemology. Epistemology berusaha mengkaji bagaimana pengetahuan itu didapatkan dan disusun dari bahan yang diperoleh menggunakan metode penelitian ilmiah.
B.     Rumusan masalah
1)      Apa yang dimaksud epistemologi ?
2)      Apa yang sebenarnya menjadi sumber pengetahuan ?
3)      Apa saja aliran-aliran dalam epistemology ?
4)      Apa yang dimaksud penelitian ilmiah ?
5)      Bagaimana cara mengembangkan ilmu komunikasi dengan penelitian ilmiah ?



BAB II
Pembahasan

A.  Dasar Pemikiran : Epistemologi
Istilah Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Episteme yang berarti pengetahuan dan Logos berarti perkataan, pikiran atau ilmu.. bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya. Untuk pertama kalinya, kata epistemology muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier  pada tahun1854. Cabang filsafat ini sering juga disebut dengan teori pengetahuan (theory of knowledge).
Epistemologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai bentuk pengenalan dasar pengetahuan, hakikat dan nilainya. Secara tradisional, yang menjadi pokok permasalahan dalam epistemologi adalah sumber, asala mula dan sifat dasar pengetahuan, yaitu bidang, batas dan jangkauan pengetahuan. Pengetahuan adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjukkan apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu. Itu berarti bahwa pengetahuan selalu mempunyai subjek (yang mengetahui). Tanpa ada yang mengetahui, tidak mungkin ada pengetahuan. Pengetahuan juga mengandalkan objek. Pengetahuan berelasi denganmasalah kebenaran. Kebenaran adalah kesesuaian pengetahuan dengan objek pengetahuan.. masalah nya adalah kebenaran suatu objek  pengetahuan tidak bisa serentak diperoleh dalam suatu waktu pengetahuan. Jarang sekali sebauh objek pengetahuan menampilkan kebenaran mutlak. Kebenaran dicari dalam tahapan pengetahuan yang disusun secara metodis, sistematis dan rasional.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi epistemology adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemology adalah cabang filsafat yang mencoba mempelajari dan menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemology adalah D.W Hamlyin,beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaian serta secata umum hal itu dapat diandalkan sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. J.A Niels mengungkapkan epistemologi sebagai cabang filsafat yang mempelajari tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Hammami Mintarejo memberikan pendapat bahwa epistemology adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu.
B.   Sumber pengetahuan
Sebuah pengetahuan pasti mempunyai sumber. Menurut Soehartono Suparlan, Ph. D. (2007: 59), sumber pengetahuan berasal dari:
ü  Kepercayaan yang berdasarkan tradisi,
ü  Kebiasaan-kebiasaan dan agama,
ü  Panca indera/  pengalaman,
ü  Akal pikiran
ü  Intuisi individual.
Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan dan kebiasaan  menunjukkan bahwa pengetahuan itu diperoleh melalui cara mewarisi apa yang hidup dan berlaku dalam adat istiadat, kebiasaan dan kehidupan agama. Biasanya sumber pengetahuan ini banyak berkaitan dengan norma atau kaidah untuk membentuk sikap, cara dan tingkah laku.
Tingkatan pengetahuan ini diperoleh dengan cara yang sangat sederhana tanpa menggunakan pendekatan dan metode apapun. Pengetahuan ini diperoleh secara langsung, dengan serta merta, yang secara naluriah diterima begitu saja (receprive) tanpamemerlukan alasan, pembuktian, dan pengujian akan kebenaran. Apa yang dilakukan oleh orang-orang pada umumnya harus diterima begitu saja tanpa kritik apapun
Sedangkan pengetahuan yang berasal dari intuisi merupakan pengetahuan yang berasaldari bagian kejiwaan yang sangat sentral, sehigga bersifat batiniah. Sebagai sumber pengetahuan, intuisi memperoleh pengetahuan secara langsung, tetapi jelas dan pasti bagi orang tertetntu. Manusia seringkali bertindak berdasarkan pengetahuan intuitifnya, dan sesering itu pula pengetahuannya benar. Oleh karena itu orang perlu melatih kepekaan inuisinya agar mampu mendapatkan pengetahuan yang lengkap. Namun yang menjadi masalah adalah bahwa apa yang diketahui secara intuitif bagi seseorang belum tentu sama dengan orang lain. Artinya cara seseorang endapatkan pengetahuan intuistif belum tentu bisa berlaku bagi orang lain.
Beberapa filsuf menyebutkan bahwa sumber pengetahuan adalah akal budi atau rasio. Akal budi memiliki fungsi penting dalam proses pengetahuan. Beberapa filsuf lainnya berpendapat bahwa sumber pengetahuan adalah pengetahuan inderawi. Pengetahuan pada dasarnya bersandar atau bergantung pada panca indera serta pada pengalaman empiris inderawi.. pertentangan kutub ide rasionalitas dan empirisme ini didamaikan oleh Immanuel Kant yang menyatakan bahwa kendati seluruh ide dan konsep bersifat apriori, ide dan konsep tersebut hanya dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep tidak pernah dapat diaplikasikan.[1]
C.     Aliran-aliran dalam epistemologi
Ada beberapa aliran yang berbicara tentang epistemologi, diantaranya :
1.    Empirisme
Empiris berasal dari bahasa Yunani yang bermakna pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
John locke (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan. bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode eksperimen. Namun, aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.
2.      Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat scholastik yang pandangannya bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang menderang. Cogito Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada).
            Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Sebagai pemberian Tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme. Aliran rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik  ajaran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan .
3.      Positivisme
Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.
4.      Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah, demikian bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan menyadari kekurangan dari indera dan akal maka bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.
5.      Kritisme
Aliran ini dimunculkan pada abad ke 18 oleh seorang ahli pikir jerman, Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan sintesis.  Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirisme). Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal.
6.      Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern. Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori atau deduktifdapat diperoleh dari manusia dengan akalnya.
D.        Penelitian Ilmiah Sebagai Landasan
            Setelah mencoba menyelami lebih mendalam tentang pengetahuan, sumber dan aliran epistemologi, timbul asumsi bahwa setiap proses pengetahuan menuju sebuah pengetahuan yang ilmiah tidak lepas dari aturan dan tahapan-tahapan yang telah terstruktur dan sistematis demi mencapai suatu ilmu  pengetahuan yang hakiki dan tidak diragukan lagi keabsahannya. begitu pula dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan.
            Dewasa ini, ilmu pengetahuan tidak lepas dari realitas dan fakta yang telah menjadi sebuah fenomena yang mengakar dalam kehidupan kita. begitu pula ilmu komunikasi yang akan kita kaji dalam pembahasan ini, ilmu komunikasi yang memiliki objek kajian yang sangat dekat sekali dengan manusia memberikan kita kesimpulan bahwa dalam pengembangan ilmu ini memerlukan suatu landasan yang menghantarkan kita pada sebuah pertanyaan : melalui proses apa kita dapat mewujudkan pengembangan ini?. 
            Ketika kita kaitkan dengan isu-isu epistimologis yang berkembang, diantara isu-isu epistimologis yang penting menurut Little jhon (2002:26), adalah pertanyaan: dengan proses apa pengetahuan itu muncul?. Pertanyaan ini sangat kompleks, dan debat pada isu ini terletak pada jantung epistimologi. ada 4 hal pokok pada isu ini, yaitu:
1.Rasionalisme, yang menyarankan bahwa pengetahuan muncul dari kekuatan pikiran manusia balaka untuk mengetahui kebenaran.
2. Empirisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi. kita mengalami dunia dan secara harfiah melihat apa yang terjadi.
3. Kontruksivisme, bahwa orang menciptakan pengetahuan agar secara pragmatis berfungsi di dunia dan bahwa mereka memproyeksikan dirinya sendiri ke dalam apa yang dialaminya. fenomena di dunia ini dapat dipahami  dengan baik dengan banyak cara yang berbeda dan bahwa pengetahuan adalah apa yang telah diperbuat manusia di bumi ini.
4. konstruksionisme sosial, yang mengajarkan bahwa pengetahuan adalah suatu produk intraksi simbiolik dalam kelompok-kelompok sosial. realitas terbentuk secara sosial dan suatu produk dan kelompok dan kehidupan masyarakat[2].
                                                                                                                       
E.     Pengembangan Ilmu Komunikasi melalui Penelitian Ilmiah
            Berdasar uraian epistimologis di atas, maka cara pengembangan ilmu komunikasi melalui penelitian ilmiah dilakukan kedalam 3 jenis penelitian, yaitu:
1. Analisis Wacana
Wacana dalam bahasa inggris disebut discourse. Secara bahasa, wacana berasal dari bahasa Sansekerta “wac/wak/vak” yang artinya “berkata, berucap” kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ‘ana’ yang berada di belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna “membendakan”. Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataaan atau tuturan. Menurut kamus bahasa Indonesia Kontemporer, kata wacana itu mempunyai tiga arti. Pertama, percakapan; ucapan; tuturan. Kedua, keseluruhan cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.
            Komunikasi dapat terjadi dengan menggunakan isyarat tunggal maupun gabungan. biasanya dalam berkomunikasi melibatkan lebih banyak lagi daripada sekedar ucapan-ucapan dan aksi-aksi. kebanyakan dalam komunikasi, dari yang biasa sampai yang terperinci, terdiri dari aksi-aksi kompleks yang membentuk pesan-pesan atau wacana. adapun studi tentang struktur pesan disebut analisis wacana (Littlejhon, 2002:76)[3].
            Sebenarnya, teori wacana dalam tradisi filsafat sudah sangat tua. Aristoteles pernah membahasnya secara dalam karyanya interpretatione. Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam suatu komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Melalui analisis wacana, kita tidak hanya mengetahui isi teks yang terdapat pada suatu wacana, tetapi juga mengetahui pesan yang ingin disampaikan, mengapa harus disampaikan, dan bagaimana pesan-pesan itu tersusun, dan dipahami. Analisis Wacana akan memungkinkan untuk memperlihatkan motivasi yang tersembunyi di belakang sebuah teks atau di belakang pilihan metode penelitian tertentu untuk menafsirkan teks. Objek kajian atau penelitian analisis wacana pada umumnya berpusat pada bahasa yang digunakan sehari-hari, baik yang berupa teks maupun lisan. Jadi objek kajian atau penelitian analisis wacana adalah unit bahasa diatas kalimat atau ujaran yang memiliki kesatuan dan konteks yang eksis dikehidupan sehari-hari, misalnya naskah pidato, rekaman percakapan yang telah dinaskahkan, percakapan langsung, catatan rapat, dan sebagainya, dan pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara konteks-konteks yang terdapat dalam teks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk wacana.
2. Analisis Semiotik
            Komunikasi adalah negoisasi dan pertukaran makna dalam mana pesan dibangun oleh masyarakat berdasar budaya dan realitas yang mampu berintraksi karena menggunakan makna yang mereka bangun dan mereka pahami bersamama untuk menumbuhkan saling pengertian(Sulvian dalam Purwasito,2003:240).
            Preminger (dalam Sobur, 2002:96), memberi batasan, Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam kajian komunikasi, semiotika merupakan ilmu penting, sebab tanda-tanda (signs) merupakan basis utama dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996). Sebab dengan tanda-tanda manusia dapat melakukan komunikasi apapun dengan sesamanya (Sobur, 2004: 15)[4].
Dalam perkembangannya, kajian semiotika berkembang kepada dua klasifikasi utama, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi (lihat dalam Eco, 1979; dan Hoed, 2001). Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi (pengirim, penerima, pesan, saluran dan acuan). Sedangkan semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu (Sobur, 2004: 15). Di sinilah munculnya berbagai cabang kajian semiotika seperti semiotika binatang (zoomsemiotics), semiotika medis (medicals semiotics) dan lain-lain, yang mana menurut Eco (1979) mencapai 19 bidang kajian (lihat dalam Sobur, 2004: 109).
Kata semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda (Sudjiman dan Van Zoest, 1996), atau seme yang berarti penafsir tanda (Cobley dan Jansz, 1999), atau apa yang lazim dipahami sebagai a sig by which something in knownatau suatu tanda dimana sesuatu dapat diketahui (John Lock, 1960).  Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika (Kurniawan, 2001). “Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal yang lain, sebagai contoh, asap menandai adanya api (Sobur, 2004: 17). Secara singkat, dapat kita simpulkan bahwa analisis semiotika (semiotical analysis) merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap paket-paket lambang pesan atau teks dengan segala bentuknya (sign) baik pada media massa maupun dokumen/teks lainnya (Pawito, 2007: 155). Dengan kata lain, analisis semiotika bekerja untuk melacak makna-makna yang diangkut dengan teks berupa lambang-lambang (signs), dimana tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis dalam penelitian semiotika. 
Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan tanda. Umberto Eco menyebut tanda tersebut sebagai "Kebohongan" (Gottdiener dalam Sobur,2002: 87). Menurut Saussure, persepsi dan pandanagn kita tentang realitas, dikonstruksika oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini dianggap sebagai pendapat yang cukup mengejutkan dan dianggap revolusioner, karena hal itu berarti tanda membentuk persepsi manusia, lebih dari sekedar merefleksikan realitas yang ada(Bignell dalam Sobur, 2002:87)[5].
Semiotika membahas tentang keragaman bahasa dari tiga perspektif: Semantika, yakni studi tentang makna; Sintatika, yang berurusan dengan kaidah dan struktur yang menghubungkan tanda-tanda satu sama lain (misalnya tata bahasa); dan Pragmatika, yaitu analisis penggunaan dan akibat permainan kata(Dan Nimmo, 2002:93).
Terdapat sembilan macam Semiotik yang kita kenal, menurut pateda (dalam Sobur, 2002:100):
a.       Semiotik Analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda.Peirce mengatakan bahwa semiotic berobjekkan tanda, menganalisisnya menjadi ide,objek dan makna. ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makana adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada objek tertentu.
b.      Semiotik Deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikasn sekarang, misal langit yang mendung menandakan bahwa hujan tidak lama lagi akan turun.
c.       Semiotik Faunal (Zoosemiotic), yaitu semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan, misal seekor ayam yang berkotek-kotek menandakan telah bertelur.
d.      Semiotik Kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sistem itu, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat lainnya.
e.       Semiotik Naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos, dan cerita lisan, ada di antaranya mempunyai nilai kultural tinggi.
f.       Semiotik Natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Air sungai yang keruh menandakan di hulu telah turun hujan, Banjir atau tanah longsor menandakan manusi telah merusak alam.
g.       Semiotik Naratif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
h.      Semiotik Sosial, yakni semiotik yang khusus menlaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat.Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.
i.        Semiotik Struktural, semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa[6].


3. Analisis Framing
            Pada dasarnya analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat merekonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan , dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk mengiringi interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu atau menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut[7].
            Disiplin ilmu Analisis Framing bekerja dengan didasarkan pada fakta bahwa konsep ini bisa ditemui di berbagai literatur lintas ilmu sosial dan ilmu perilaku. Secara sederhana, analisis bingkai mencoba untuk membangun sebuah komunikasi-bahasa, visual, dan pelaku, dan menyampaikannya kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisa bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis.
            Media frames (framing media) telah didefinisikan oleh Tuchman dalam Scheufele (1999:106) bahwa framing berita mengorganisasikan realitas berita setiap hari. Framing media juga mencirikan sebagai kerja jurnalis untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan informasi secara cepat dan menyampaikan secara capat kepada para pembaca. Kegiatan framing merupakan kegiatan penyeleksian beberapa aspek dari realita dan membuatnya lebih penting dalam sebuah teks. Selain itu lebih berperan dalam penyelesaian dan pemehaman definisi dari permasalahan, interpretasi sebab akibat (kausal), evaluasi moral, dan rekomendasi metode-metode selanjutnya.
Kegiatan framing, penyajian peristiwa dan berita mampu memberikan pengaruh yang sistematis tentang metode agar penerima berita mengerti.
Individual frames (framing individu) didefinisikan sebagai kegiatan penyimpanan ide yang membimbing proses informasi secara individu. (Entman dalam Scheufele, 1999:107).
            Framing, kata Etmant dalam (Sobur,2002:164), memiliki implikasi penting dalam komunikasi politik. Frames menurutnya menuntut aspek dari realitas dengan mengabaikan elemen-elemen yang memungkinkan khalayak memiliki reaksi berbeda. Politisi mencari dukungan dengan memaksa kompetisi satu sama lain. merekan bekeja sama jurnalis membangun frame berita, sehingga framing memainkan peran utama dalam mendesakkan kekuasaan politik, dan frame dalam teks berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak, ia menunjukan identitas para aktor atau interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks[8].





BAB III
Penutup

Kesimpulan
Peradaban manusia semakin berkembang dengan munculnya ilmu-ilmu baru. Ilmu-ilmu baru ini tidak terlepas dari landasan yang dipakai ilmu-ilmu pada masa lampau yaitu filsafat. Setiap ilmu berpangkal pada filsafat. Para ilmuan dalam memecahkan  masalah-masalah keilmuan harus berusaha menemukan jawaban yang sebijaksana mungkin. Salah satu dasar pemikiran atau cabang dari filsafat yakni Epistimologi, yang biasanya disebut juga teori pengetahuan. Dari itu pula dalam perkembangannya, mulai bermunculan aliran-aliran epistemologi yang mempertanyakan sumber sebenarnya dari pengetahuan yang didapatkan manusia. Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi epistimologi berusaha mengembangkannya dengan penelitian ilmiah yang mencakup analisis wacana, analisis semiotik (tanda-tanda atau symbol dalam komunikasi) dan analisis framing (versi terbaru dari pendekatan analisis wacana).






Daftar Pustaka
Mufid, Muhammad. (2009) Etika dan Filsafat Komunikasi Jakarta : Kencana
Susanto, Astrid (1976) Filsafat Komunikasi  Bandung : Binacipta
Vardiansyah, Dani. (2008) Filsafat Ilmu Komunikasi Jakarta : Indeks
Zamroni, Moh. (2009) Filsafat Komunikasi, Pengantar Ontologis, Epistemologis, Aksiologis. Yogyakarta: Graha Ilmu.



[1] Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 28

[2] Moh.Zamroni, Filsafat Komunikasi,Pengantar Ontologis,Epistimologis,Aksiologis,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2009),hlm.88

[3] Moh.Zamroni, Filsafat Komunikasi,Pengantar Ontologis,Epistimologis,Aksiologis,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2009),hlm.88-89
[4] Moh.Zamroni, Filsafat Komunikasi,Pengantar Ontologis,Epistimologis,Aksiologis,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2009),hlm.91-92.

[5] Moh.Zamroni, Filsafat Komunikasi,Pengantar Ontologis,Epistimologis,Aksiologis,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2009),hlm.92.

[6] Moh.Zamroni, Filsafat Komunikasi,Pengantar Ontologis,Epistimologis,Aksiologis,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2009),hlm.93-94

[7] Moh.Zamroni, Filsafat Komunikasi,Pengantar Ontologis,Epistimologis,Aksiologis,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2009),hlm.94-96
[8] Moh.Zamroni, Filsafat Komunikasi,Pengantar Ontologis,Epistimologis,Aksiologis,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2009),hlm.96

Senin, 18 Mei 2015

Dakwah Umar Bin Khathab



BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Setelah Rasulullah SAW wafat, maka perjuangan dakwah Islam tidak berhenti begitu saja. Sebagai seorang muslim adalah tugas kita semua untuk melanjutkan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Seperti dalam sabda Rasuullah yang berbunyi, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” Terutama kepada para sahabat setelah wafatnya Rasulullah. Masalah demi masalah baru muncul sepeninggal Rasulullah, maka harus ada seorang yang mengkoordinir dalam memimpin umat Islam agar tetap pada syariatnya. Pengganti Rasulullah sebagai pemimpin pada masa itu disebut sebagai Khulafa-ur-Rassyidin.
Orang-orang yang menjadi Khulafa-ur-Rasyidin ini adalah para sahabat Rasulullah yang sangat dekat dan mulia hati serta akhlaknya. Abu Bakar As-Shidiq menjadi khalifah pertama pengganti Rasulullah. Abu Bakar adalah seorang khalifah yang tegas dan cakap. Diawal pemerintahannya Abu Bakar menghadapi masalah-masalah seperti orang-orang yang tidak mau berzakat, orang-orang murtad dan para nabi palsu. Tapi semua itu dapat ditangani dengan baik oleh Abu Bakar. Setelah perjuangan Abu Bakar sebagai khalifah berakhir, kemudian dilanjutkan oleh khalifah Umar bin Khattab. Umar adalah salah satu sahabat sekaligus keluarga dari Rasulullah. Umar juga seorang khalifah yang tegas lagi peduli terhadap rakyatnya. Maka kita juga harus mengetahui bagaimana perjuangan dakwah seorang Umar bin Khattab selama masa hidupnya.

B.       RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis bermaksud memaparkan beberapa hal yang akan menjadi pokok pembahasan utama dalam makalah ini. Terkait dengan itu, maka hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Siapakah Umar Bin Khattab?
2.      Bagaimana hadsit-hadist mengenai Umar bin Khattab?
3.      Bagaimanakah kontekstualisasi hadist mengenai Umar bin Khattab?

C.      TUJUAN
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui siapa yang dimaksud dengan Umar bin Khattab.
2.      Mengetahui dan memahami hadist-hadist mengenai Umar bin Khattab.
3.      Mengetahui dan memahami bagaimana kontekstualisasi hadist mengenai Umar bin Khattab.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      BIOGRAFI UMAR BIN KHATTAB
Namanya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Al-Faruq adalah gelar yang diberikan oleh Rasulullah, ini berarti ‘Sang Pembeda’ karena Umar adalah sosok teguh dan keras dalam membedakan yang benar dan yang batil. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Muqhirah al-Makhzumiyah.
Sebelum memeluk Islam, Umar adalah sosok pemuda yang berkarakter keras dan kasar. Ia dibesarkan dalam lingkungan kabilah ‘Adi ibn ka’ab, yaitu suatu kabilah yang terhitung kecil dan tidak kaya. tetapi menonjol dalam bidang ilmu dan kecerdasan.Semasa mudanya Umar berpengalaman sebagai pengembala ternak dan pengalamannya sebagai peniaga. Kedua pengalaman ini berpengaruh besar terhadap pertumbuhan watak dan kepribadiannya. DR. Mahmud Ismail dalam tulisannya berjudul Falsafah al-Tasyri’ ‘inda Umar Ibn Khathab, mengatakan bahwa pengalaman Umar sebagai pengembala unta yang diperlakukan keras oleh ayahnya, Al-Khathab, berpengaruh terhadap temperamen umar yang menonjolkan sikap keras dan tegas. Sedangkan pengalamannya sebagai peniaga yang sukses, berpengaruh terhadap kecerdasan dan kepekaannya serta pengetahuannya terhadap berbagai tabiat manusia.[1]
Ketika nabi Muhamad hadir dan membawa cahaya Islam, Umar bin Khattab adalah salah satu pembesar Quraisy yang menentangnya. Meskipun terkenal dengan ketegasan dan kekerasannya, tetapi Umar sekaligus adalah sosok yang lembut. Lembut pada kebenaran hingga akhirnya hatinya luluh dan masuklah dia dalam agama Islam.
Awal Keislamanya, Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pada tahun keenam dari kenabian ketika berumur 27 tahun.[2]Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a, “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.” Berkenaan dengan masuknya Umar binKhathab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut: Anas bin Malik berkata:”Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya, “Wahai Umar, hendak kemana engkau?” maka Umar menjawab, “Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya: “Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad? tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu?”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya, dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “Barangkali keduanya benar telah berpindah agama”. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khathab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah. Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engkau ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”.
Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat,“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14). Setelah itu Umar berkata, “Bawalah aku menemui Muhammad.” Mendengar perkataan Umar tersebut, Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:“Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.” Lalu Umar berangkat menuju tempat Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” Jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Hingga datangnya Umar dalam cahaya Islam, kejayaan Islam semakin jelas dan nyata.
Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,
لو كان بعدى نبي لكان عمربن الخطاب
Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.”
Setelah Rasulullah wafat, pemerintahan Islam digantikan oleh Abu Bakar As-Shidiq. Hingga Umar meneruskan perjuangan dakwah Abu Bakar dalam sebuah daulah Islamiyah. Pada masa pemerintahan Umar, Umar adalah amir yang tegas, adil, lagi bijaksana. Perluasan wilayah Islam semakin menyeluruh pada masanya. Umar juga sangat memperhatikan rakyatnya. Beliau adalah sosok yang sangat keras kepada kemunkaran namun sangat peduli lagi rendah hati. Hingga akhirnya Umar wafat pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H, ia ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah budak milik al-Mughirah bin Syu’bah, diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar dimakamkan di samping Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun. Dan setelahnya digantikan oleh Utsman bin Affan.

B.       HADIST-HADIST MENGENAI UMAR BIN KHATTAB
Terdapat beberapa riwayat yang mejelaskan mengenai kehidupan Umar bin Khattab. Baik ketika sebelum masuk Islam dan ketika beliau mengikrarkan keislamannya. Bagaimana beliau ketika menjadi pemimpi bagi seluruh umat muslim dengan segala kebijakan dan sikapnya terhadapa rakyatnya yang penuh keadilan lagi kasih sayang. Dan juga banyak sekali sekali riwayat yang menjelaskan tentang keistimewaan dan juga sifat-sifat Umar. Diantaranya:

  1. Jujur dan sangat peduli adanya keadilan
Dalam berbagai kesempatan Umar sering diajak berunding oleh Rosulullah, terutama dalam mengahadapi persoalan-persoalan kemasyarakatan. tidak jarang apa yang disarankan Umar disetujui oleh Rosulullah. Kejeniusan Umar menangkap jiwa dan spirit ajaran yang dibawa Rosulullah telah menempatkan dirinya dalan jajaran teratas di kalangan sahabat.[3] Terdapat berbagai pujian Rosulullah terhadap Umar, diantaranya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
ان الله جعل الحق عل لسا ن عمر وقلبه                                                                
Bahwa sesungguhnya  Allah SWT telah menempatkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar.
Pada masa Umar menjabat sebagai Khalifah, wilayah kekuasaan Islam telah mencangkup selain semenanjung Arabia, juga Palestina, Sawad, Syiria, Irak, Persia dan Mesir. Dalam Wilayah yang demikian luas itu, ada beberapa daerah taklukkan yang di dapatkan dengan peperangan. Mnamun ada satu hal yang perlu diperhatikan bahwa Umar mempertimbangkan hukum tentang ghanimah. Ia tidak membagi-bagikan tanah taklukannya kepada tentara-tentara pasukan muslim, hal ini karena ia peduli dengan keaadilan dan kesejahteraan sosial. Yang sangat ia inginkan adalah Islam dapat hidup dan bekembang di wilayah-wilayah tersebut.
Awalnya keputusan ini tidak disetujui oleh sebagian sahabat, tetapi ia sangat mempertimbangkannya dengan rujukan Qs. Al-Hasyr ayat 8-10. Pada akhirnya disepakati (konsensus) untuk tidak membagi-bagikan tanah dan membiarkannya tetap berada pada pemiliknya, tetapi dengan kewajiban membayar pajak tanah al-kharaj) dan jizyah atas setiap orang-orangnya.[4]
  1. Mempunyai kedudukan yang tinggi di Surga
1566- عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال : قال النبي صلى  الله عليه وسلم رايتني دخلت الحنة فاذا انا بالرميصاء امراة ابي طلحة وسمعت خشفة فقلت من هذا ؟ فقال : هذا بلا ل . ورايت قصرا (من ذهب 8/79) بفنا ئه جا رية فقلت: لمن هذا ؟ فقال : لعمر (بن الخطاب 6/157). فاردت ان ادخله فانظر اليه , فذكرت غيرتك (وفي روا ية: فلم يمنعني الا علمي بغيرتك) فقال عمر: بابي (انت) و امي يا رسول الله ا(و) عليك اغار.
Dari Jabir bin Abdullah RA , ia berkata, Nabi SAW bersabda, “aku bermimpi memasuki surga, tiba-tiba aku bertemu dengan wanita bertahi muda,-yaitu- istri Abu Thalhah. Aku mendengar suara langkah kaki. Aku bertanya, “siapa ini ?” ia menjawab “Bilal”. Lalu aku melihat istana (dari emas 8/79) yang didalamnya terdapat seorang hamba wanita. Aku bertanya, “istana ini milik siapa ?” dia menjawab, “milik Umar (bin al-khathab 6/157). Aku ingin memasuki dan melihatnya. Tapi aku teringat kecemburuanmu (dalam riayat lain: tidak ada yang menghalangiku kecuali aku mengetahui kecemburuanmu.) Umar RA berkata, demi ayahku(engkau) dan ibuku, wahai Rasulullah SAW, [dan} apakah aku dapat cemburu terhadapmu?”[5]
  1. Keras, tegas dan berwibawa
Sifat lain yang sangat dihargai Rosulullah SAW yaitu sifatnya yang keras dan kasar. Sifat yang demikian ini bukan berarti bahwa ia selalu berwatak buruk.ia menempatkan sifatnya ini untuk membela kebenaran dan keadilan, sehingga ia sangat ditakuti oleh pihak musuh dan sangat disegani oleh kaum muslim. Sebuah riwayat mengabarkan:
1567- غن سعد ين ابي وقص عن ابيه قال : استاذن عمر بن الخطاب علي رسول الله صلى الله عليه وسلم واند ه نسوة من قريش يكلمنه ( و في روا ية : بسالنه 8/93)  ويستكثر نه, عالية اصواتهن على صوته فلما استاذن عمر بن الخطاب قمن فبادرن الحجاب , فاذن رسول الله صلى الله عليه وسلم , فدخل عمر و رسول الله صلى الله عليه وسلم يضحك, فقال : عمر اضحك الله سنك يا رسول الله (بابي انت و امي 7/93), فقال النبي صلى الله عليه وسلم عجبت من هؤلاء اللاتي كن عندى, فلما سمعن صو تك ابتدرن الحجاب , قال عمر كقانت احق ان يهبن يا رسول الله. ثم (اقبل عليهن, ف) قال عمر يا عدوات انفسهن , اتهبنني ولا تهبن يا زسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ فقلن :نعم , انت افظ واغلظ من رسول الله صلى الله عليه وسلم . فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ايها (وفي رواية : ايه) يا بن الخطاب, والذى نفسي بيده, ما لقيك اشيطان سا لكا قجا قط الا سلك فجا غير فجك.
Dari Said bin Abu Waqash RA, ia berkata, “Umar RA meminta  izin kepada Rosulullah SAW. Di dekat beliau terdapat beberapa wanita Quraisy yang sedang bercakap-cakap dengan beliau (dalam riwayat lain: sedang bertanya kepada beliau 7/93). Mereka banyak bicara dengan Rosulullah SAW. Suara mereka lebih tinggi dari pada suara beliau. Ketika Umar RA meminta izin- masuk- mereka segera berdiri dan menutup diri. Rosulullah SAW mengizinkan masuk. Umar pun masuk, sementara Rosulullah SWA tertawa. Umar RA lalu berkata, “semoga Allah SWT membuatmu tertawa sepanjang usiamu, wahai Rosulullah SAW.[6](demi ayah dan ibuku 7/93).”
Rosulullah SAW menjawab, “aku heran dengan mereka (para wanita) yang tadi berada disampingku. Ketika mereka mendengar suaramu mereka bergegas menutup diri.” Umar RA berkata, “engkau lebih berhak untuk mereka takuti, wahai Rosulullah SAW” kemudian (dia mengarah kepara wanita itu) dan berkata, “wahai para wanita yang menjadi musuh dirinya sendiri, apakah kalian takut kepadaku sementara kalian tidak takut kepada Rosulullah SAW“ mereka menjawab, “ya. Engkau lebih keras dan kasar daripada Rosulullah SAW”.
Rosulullah SAW bersabda, “jangan kalian mulai pembicaraa dengan kami (dalam riwayat lain : lihiin artinya bicaralah lagi kepada kami sesukamu). Wahai Ibn Khathab demi dzat yang jiwaku berada dalam genggaman tangan-Nya. setan tidak pernah mendapatimu melalui suatu jalan yang kamu tempuh kecuali ia akan melewati jalan selain jalan yang kamu tempuh.”[7]
4.      Ijtihad Umar mengenai hukum potong tangan bagi pencuri
            Dalam Qur’an surat al-Maidah ayat 38, mengandung sebuah hukum potong tangan bagi  seorang pencuri. Dalam pelaksanaan hukum potong tangan itu dituntut sikap tegas, tidak diperkenankan adanya hak istimewa dan tidak  pandang bulu. Dalam sebuah riwayat, mengatakan bahwa ketika Usamah memberikan semacam pertimbangan kepadaRosulullah terhadap salah seorang keluarga al-Makhzumiyah, yang terbukti melakukan pencurian, dan erhak mendapatkan hukuman potong tangan,Rosulullah berkata kepadanya: “ya Usamah, janganlah engkau memberi syafaat terhadap hukuman (huddud) Allah.” Kemudian Rosulullah berdiri danmelanjutkan pembicaraanya”:
انما هلك من كان قبلهم بانه اذا سرق  فيهم الشريف تركوه واذا سرق فيهم الضعيف قطعوه والذي نفسي بيده لوكانت فاطمة بنت محمد  سرق لقطعتت يده
“Sesungguhnya tidak lain sebab kebinasaan orang-orang yang sebelummu, hanyalah karena apabila yang mencuri orang terpandang (syarif), mereka membiarkannya, tetapi bilaang mencuri rakyat kecil (dha’if) hukuman dilaksanakannya. Demi Tuhan yang diriku ditangan-Nya, jikalau Fathimah binti Muhammad yang mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya”
            Dalam kasus ini, Umar bin Khathab dikabarkan pernah tidak melaksakan hukuman tersebut sewaktu masyarakat Islam sedang  mengalami musibah kekurangan persediaan makanan dan bahaya kelaparan. Peristiwa ini terjadi pada musim kemarau panjang, sehingga pada saat itu tanah menjadi gersang karena tidak turun hujan selama 9 bulan terus menerus. Diperkirakan peristiwa ini terjadi menjelang akhir tahun ke-18 H, yang meliputi daerah Hijaz, Tihama dan Najd.[8]
          Pada masa itu, Umar seringkali mengucapkan kata-kata yang menggambarkan keyakinan yang begi besar terhadap keadilan yang penuh dan persamaan yang mutlak antara sesame manusia. Sering ia berkata: “Kita makan yang ada. Kalau tidak ada, persediaan setiap keluarga kita gabungkan dan mekanlah bersama-sama. Mereka takkan matikelaparan hanya karena berbagi perut.” Dalam kondisi seperti ini, menurut  Ibnu Qayyim, Umar  mengadakan perubahan dalam fatwa hukum, sebagaimana diriwayatkan:
ان عمربن الخطاب رضي الله عنه اسقط القطع عن السارق في عام المجاعة             
“Bahwa Umar ibn Khathab telah menggugurkan (hukuman) potong tangan dari pencuri pada musim kelaparan.”[9]
            Disamping riwayat diatas, diceritakan pula bahwa Umar tidak melaksanakan potong tangan seorang laki-laki yang mencuri suatu barang dari Baitul Mal. Begitu pula Umar tidak memotong tangan beberapa orang budak yang terbukti bersama-sama mencuri seekor unta karena kelaparan. Dan sebagai hukuman pengganti Umar membebankan kepada Hathib ibn Abi Balta’ah, pemilik budak-budak tersebut untuk mengganti 2 kali lipat dari harga unta tersebut kepada pemiliknya.
            Dalam kasus-kasus tersebut tidak mudah mengatakan bahwa Umar telah melanggar perintah Al-Qur’an tentang hukum potong tangan. Dalam prakteknya yang dilakukan Rosulullah selain bertindak tegas terhadap pelaku  kejahatan dengan hukuman huddud, dipihak lain beliau mengatakan melalui riwayat yang disampaikan Ibn Abbas:
ادْرَأُوْ الحُدُودَ بِالشُبُهَاتِ
Hindarkanlah (pelaksanaan) hudud (hukuman)disebabkan adanya ketidakpastian (syubhat).
            Dari ketentuan dari Rasulullah tersebut, Umar menyimpulkan bahwa tidak seamanya hukum potong tangan hatus dilaksanakan. Qs. Al-Maidah 38 tersebut dipahaminya dengan pengecualian (takhsish) seperti yang dipraktekkan Rosulullah. Penangguhan hukum poton tangan pernah dilakukan Rosulullah dalam peperangan. Larangan Rosulullah untuk memotong tangan para pencuri dalam peperangan diartikan oleh Umar. Kata Ibnu Qoyim agar pencuri ketika itu tidak lari dan bergabung kepada musuh. Selain itu sebagaimana dikemukakan oleh Fathi Utsman, pertimbangan Umar tidak melakukan potong tangan juga bertolak dari pengecualian yang ditentukan dalam Al-Qur’an terhadap orang yang berada dalam keterpaksaan dan kelonggaran yang diberkan Umar ini adalah usaha untuk mewujudkan kemaslahatan yang menjadi tujuan dan esensi hukum Islam.[10]

5.      Ijtihad Umar mengenai Shalat Tarawih
Disebutkan dalam kitab Sahih Bukhari :
و عن ابن الشهاب عن عروة بن الزبير عن عبد الرحمن بن عبد القارى انه قال : خرجت مع عمر بن الخطاب رضي الله عنه ليلة في رمضان إلي المسجد فإذا الناس أوزع متفرقون يصلي الرجل فيصلي بصلاته الرهط فقال عمر  : إني أري لو جمعت هؤلاء علي قارئ واحد لكان أمثال, ثم عزم فجمعهم علي أبي بن كعب, ثم خرجت معه ليلة أخري والناس يصلون بصلاة قارئهم. قال عمر : نعم البدعة هذه, والتي ينامون عنها أفضل من التى يقومون يريد اخر الليل. و كان الناس يقومون أوله.
"Dari Ibnu Syihab, dari Urwah bin Az-Zubair, Abdurrahman bin Abdul Qarai, beliau berkata : Saya keluar bersama Sayidina 'Umar bin Khathab (Khalifah) pada suatu malam bulan Ramadhan pergi ke masjid (Madinah). Didapati dalam masjid orang-orang shalat tarawih berpisah-pisah. Ada orang yang sembahyang sendiri­sendiri, ada orang yang shalat dan ada beberapa orang di bela­kangnya, maka Sayidina Umar berkata : Saya berpendapat akan memper­satukan orang-orang ini. Kalau disatukan dengan seorang Imam sesungguhnya lebih baik, lebih serupa dengan shalat Rasulullah. Maka dipersatukan orang-orang itu shalat di belakang seorang Imam namanya Ubal bin Ka'ab. Kemudian pada satu malam kami datang lagi ke masjid, lantas kami melihat orang-orang shalat bersama-sama di belakang seorang Imam. Sayidina Umar berkata : Ini adalah bid'ah yang baik, dan shalat mereka yang tidur (maksudnya melaksanakan pada akhir malam) lebih utama dari shalat yang sedang mereka kerjakan. Adapun manusia saat itu mengerjakan shalat diawal malam. " (H. Riwayat Imam Bukhari, lihat Sahih Bukhari I, halaman 241 - 242).
Maka berdasarkan hadist ini menyebutkan bahwa Umar beranggapan bahwa shalat berjamaah dengan satu Imam lebih baik, karena shalat sendiri dapat menimbulkan perselisihan.[11] Kemudian maksud dari bid’ah yang baik didalam hadist tersebut karena itu adalah sesuatu yang baru dan belum dicontohan tetapi tetap sesuai dengan syariat. Kita ummat Islam diperitahkan oleh Rasulullah untuk mengikuti Sayidina Abu Bakar dan Umar. Nabi berkata :
اقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ . رَوَاهُأَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ
"Ikutilah dua orang sesudah saya: yaitu Abu Bakar dan Umar". (Hadits Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah — lihat Musnad Ahmad bin Hanbal V hal. 382 dan Sahih Tirmidzi XIII 129).
6.      Kelembutan Hati dan Perhatian pada rakyat.
Dalam sebuah kisah diceritakan pada suatu saat Khalifah Umar berkata kepada khuzaimah ibn Tsabit, “Kenapa kau tak menanam sesuatu di tanah peekaranganmu?” Khuzaimah menjawab, “Aku sudah lanjut usia, mungkin besok aku akan mati.” “Aku menghimbau kepadamu,” pesan Umar, “Tanamlah sesuatu di tanahmu itu.” Tak lupa, umar memberi contoh langsung cara menanami tanaman dan Khuzaimah mengikuti.
Dala kisah lain, sering kali Khalifah Umar mengetuk pintu-pintu yang sama dan memanggil istri-istri yang ditinggal perang oleh suaminya. “Sebutkan semua kebutuhanmu atau suruh pembantumu ikut denganku. Aku akan ke pasar. Aku khawatir kalian tertipu dalam jual beli.” Umar pun berangkat ke pasar bersama beberapa pembantu. Di sana, ia sendiri yang membeli semua keperluan para istri itu.[12]
C.      KONTEKSTUALISASI HADIST-HADIST MENGENAI UMAR BIN KHATTAB

Dari seluruh penjelasan beberapa riwayat dan hadist mengenai bagaimana seorang Khalifah Umar bin Khattab selama masa hidupnya, dapat kita ambil hikmah dan pelajaran yang sangat berharga. Bahwa perjuangan dakwah Umar selama hidupya sangat patut kita ikuti. Dari seluruh sikap tegas dan adilnya terhadap seluruh rakyat-rakyatnya. Dari segi amal Ibadah dan budi pekerti lembutnya, serta selalu sigap dalam membela kebenaran dan memerangi kebatilan. Terdapat juga dalam hadist tentang ijtihad Umar. Ini telah banyak digunakan oleh ulama pada masa sekarang, tetapi harus digaris bawahi bahwa Ijtihad Umar tidak keluar dari konteks Al-Qur’an. Sehingga berijtihad masih dalam konteks syariat. Para pemimpin kita saat ini seharusnya tidak pernah lupa dan selalu ingat akan teladan kita yang satu ini. Para pemimpin negri harusnya bisa lebih baik dari masa Umar dahulu dengan segala kemajuan yang ada saat ini. Tetapi, masih banyak pembesar negara yang tidak bisa benar-benar mementingkan kepentingan rakyat dengan segala kesederhanaan yang real bukan hanya utnuk pencitraan semata. Maka teladan Umar sangatlah baik jika kita contoh dalam hal kepemimpinan apalagi dalam hal Dakwah. Dengan segala kecerdasan dan kelembutan serta ketegasan dalam berdakwah, maka pesan kita akan mudah sampai dan dicerna oleh para mad’u.

BAB III
KESIMPULAN

Umar bin Khattab adalah seorang Khalifah yang besar dan sangat sukses selama masa hidupnya. Telah banyak riwayat hadist yang menceritakan dan menjelaskan bagaimana sepak terjang Umar dalam mendakwahkan Islam, bahkan kisah Umar sebelum mendapatkan cahaya Iman dan Islam. Dengan seluruh akhlak serta perbuatan Umar yang telah tertera dalam beberapa hadist, sudah sepatutnya bagi kita untuk meneladaninya. Dalam keberhasilan dakwah Umar tak lepas dari usaha dan kuatnya Iman terahadap Allah SWT.
Seteah kita mengetahui dan memahami hadist-hadist tersebut, maka lantas kita tidak hanya kagum dan tidak berbuat apa-apa. Tetapi, sudah seharusnya bagi kita untuk melanjutkan perjuangan Umar sebagai umat muslim untuk selalu mendakwahkan Islam secara baik dan benar. Menjadi pemimpin yang baik dan selalu berpegang teguh pada Islam dengan perhatian kepada rakyat tak pernah tertinggal. Selalu mencoba untuk meningkatkan diri dan bermuhasabah agar selalu menjadi diri yang lebih baik lagi seperti Khalifah Umar bin Khattab.















DAFTAR PUSTAKA

Abbdurahman Fuad, 2013, The Great Two of Umar, Zaman, Jakarta.
Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim, 1382, Kitab al-Kharaj, Mesir: al-Mathba’ah al-salafiyah.
Al-Bani Muhamad  Nashiruddin, 2007, Ringkasan Shahih Bukhari jilid 3, Pustaka Azzam: Jakarta.
Nurudin Ammiur, 1991,Ijtihad Umar ibn Khattab: Studi ttg perubahan hukum dalam Islam, Rajawali, Jakarta.
Ruwai'i, 1403 H,Fiqh Umar bin Khottob Muwazinan bi Fiqh Asyhuril Mujtahidin, Beirut, Daar al Ghorbi al Islamy, Juz 1
Umar Nazhrah’Ashriyah Jadidah, 1973, Beirut: al-Mu’assisah al-Arabiyahli al-Dirasah wa al-Nashr, cet 1.


[1]Mahmud Ismail, Falsafah al-Tasyri’ ‘inda Umar Ibn Khathab, dalam Umar Nazhrah’Ashriyah Jadidah, Beirut: al-Mu’assisah al-Arabiyahli al-Dirasah wa al-Nashr, cet 1, 1973, hal. 55.
[2]Ruwai'i, Fiqh Umar bin Khottob Muwazinan bi Fiqh Asyhuril Mujtahidin, 1403 H, Beirut, Daar al Ghorbi al Islamy, Juz 1, hal. 21.
[3] Terdapat berbagai riwayat yang menunjukkan adanya penghargaan Rosulullah terhadap prestasi dan spesialisasi sahabat-sahabat dalam berbagai kegiatan keislaman. Untuk sebagiannya lihat umpamanya al-Syaukani, Nail la-Authar, jilid VI, Mesir, Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1347 H, hal. 46
[4] Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim, Kitab al-Kharaj, Mesir: al-Mathba’ah al-salafiyah, 1382 hal.35.
[5]Al-Bani, Muhamad  Nashiruddin, Ringkasan Shahih Bukhari jilid 3, Pustaka Azzam: Jakarta, 2007. Hal 873
[6] Ungkapan doa, yang maksudnya semoga Allah membuatmu senang.
[7]Al-Bani, Muhamad  Nashiruddin, Ringkasan Shahih Bukhari jilid 3, Pustaka Azzam: Jakarta, 2007, hal. 275.
[8]Nurudin Ammiur, Ijtihad Umar ibn Khattab: Studi ttg perubahan hukum dalam Islam, Rajawali, Jakarta, 1991, 151
[9]Ibid.
[10]Ibid, 154.
[11]Fathul Baari, 482.
[12]Abbdurahman Fuad, The Great Two of Umar, Zaman, Jakarta, 2013, 202.